Senin, 27 April 2020

SAYA PENTAKOSTA dan SAYA PERCAYA MUKJIZAT MASIH TERJADI

SAYA PENTAKOSTA dan SAYA PERCAYA MUKJIZAT MASIH TERJADI

By Leo Imannuel 

Saya menganggap diri seorang Pentakosta.

Saya bergereja dari kecil di gereja beraliran ini.

Saya bersekolah di STT yang mengembangkan teologia Pentakosta.

Saya berbahasa roh, percaya bahwa mukjizat masih terjadi hingga hari ini, yakin berbagai karunia rohani masih bekerja hingga sekarang.

Saya masih berdoa mengharapkan mukjizat Tuhan terjadi di dalam hidup terutama dalam keadaan sulit, saya tidak sungkan dan malu memintanya kepada Tuhan dan Juru Selamat saya.

Bahkan berdoa memohon mukjizat saya anggap sebagai tindakan mengakui Kemahakuasaan Tuhan dan sebuah pernyataan kebergantungan kepada-Nya.

Dalam pelayanan saya, sering melihat bagaimana mukjizat dan berbagai karunia rohani yang bekerja memberikan kekuatan dan penghiburan bagi jemaat.

Namun, memang perlu diingat bahwa berkat terbesar itu bukan hanya misalnya kesembuhan ilahi, mukjizat terbesar itu bukan orang mati hidup lagi.

Berkat dan mukjizat terbesar yang Tuhan pernah lakukan bagi setiap manusia adalah, Yesus Kristus, kelahiran-nya, kehidupan-nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya, sampai nanti kedatangan-Nya kedua kali.

Tidak ada berkat dan mukjizat apapun yang mampu menandingi itu semua.

Jadi, ingat-ingatlah ketika jawaban doa tidak seperti yang diharapkan, mukjizat tidak terjadi sebagaimana yang diinginkan, kita telah menerima berkat dan mukjizat terbaik yaitu Tuhan Yesus sendiri.

Tetap setia, apapun yang terjadi.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
#AllAboutJesus 

SURGA TIDAK DIAM

SURGA TIDAK DIAM

By Leo Imannuel

Apakah surga benar-benar terdiam menghadapi pandemi virus Corona ini?

Apakah Tuhan benar-benar tidak berdaya?

Apakah Dia sudah melupakan umat-Nya?

Jika menjadi seperti saya yang mesti karantina mandiri, Anda akan mengetahui bahwa Tuhan masih dan sedang bekerja.

Dia tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Dari mulai diharuskan isolasi mandiri, sampai hari ini saya mengalami pertolongan Tuhan.

Pertama Dia menjamah saya di dalam doa, dan itu menjadi semacam booster yang membangkitkan kerohanian saya, membuat saya berbahagia dan bergairah kembali.

Bahagia dan semangat yang sempat hilang, tiba-tiba terbakar kembali.

Kedua, Tuhan menunjukkan kasih dan pemeliharaan-Nya kepada kami melalui orang-orang yang melakukan kasih dalam tindakan nyata.

Orang-orang yang mendoakan kami.

Somehow doa-doa mereka memberi kekuatan kepada kami.

Orang-orang yang mengirimkan pesan-pesan yang menguatkan, baik melalui WA maupun sosmed.

Membuat kami semangat.

Orang-orang yang mengirimkan berbagai vitamin, obat-obat tradisional, madu, bahkan makanan, termasuk beras, juga uang yang sangat berguna untuk kami berobat.

Saya dan istri bersyukur dan berkata bahwa Tuhan itu baik, Dia menggerakkan orang-orang untuk berbuat baik bagi kami, orang-orang yang kami kenal dekat, sampai orang-orang yang bahkan kami tidak kenal.

Bahkan sampai hari ini (22/4), hampir setiap hari ada orang kirim makanan.

Orang-orang dermawan ini, para sahabat yang sudah menjadi seperti keluarga ini, menyadari bahwa kami tidak bisa masak, takut menodai makanan lalu menularkan kepada anggota keluarga.

Sebenarnya kami bisa membeli makanan melalui ojol, namun sahabat-sahabat ingin membantu ikut ambil bagian meringankan beban ini. 

Ini adalah mukjizat atau pertolongan Tuhan versi saya, entah ada berapa banyak kisah serupa yang dialami oleh saudara-saudara seiman lainnya.

Jadi, apakah surga berdiam diri?

Apakah Tuhan tidak berdaya?

Menurut saya, justru inilah saat-saat tersibuk (busy hour) surga.

Bayangkan, Tuhan mengutus para malaikat-Nya untuk mendistribusikan berbagai keperluan logistik bagi orang-orang yang tak berdaya seperti saya dan banyak orang lainnya.

Keperluan logistik yang sangat diperlukan, seperti sukacita, kekuatan, ketabahan, semangat, penghiburan, makanan, obat-obatan, vitamin, uang, keperluan medis, dan lain sebagainya.

Tuhan sangat sibuk, namun Dia masih sempat duduk diam bersama kita untuk sekedar menemani dan mendengarkan doa-doa kita.

Tidak!

Surga tidak berdiam diri!

Surga sibuk!

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
#AllAboutJesus 

KETIKA SURGA TERDIAM

KETIKA SURGA TERDIAM

By Leo Imannuel

Doa-doa sudah dipanjatkan ke haribaan Tuhan oleh milyaran umat beragama di dunia ini, termasuk dari anak-anak Tuhan, supaya pandemi Covid-19 atau virus Corona ini segera berhenti.

Namun, sepertinya surga terdiam.

Virus tetap merajalela.

Bahkan kita baca entah sudah berapa banyak hamba-hamba Tuhan berguguran karena virus ini.

Kemana hamba-hamba Tuhan yang berkarunia kesembuhan ilahi?

Tidakkah seharusnya mereka bertindak, merapal doa dan bum! Kesembuhan ilahi terjadi, para pengidap virus ini sembuh total.

Namun, mereka juga terdiam, membisu, diam di rumah seperti anjuran pemerintah.

Apakah berbagai kesembuhan ilahi yang kita dengar itu semua bohong? Dibesar-besarkan?

Sampai detik ini saya belum mendengar satu pasienpun yang sembuh seketika karena mukjizat. 

Mungkin ada tapi sifatnya pribadi, bukan dramatis seperti dalam KKR-KKR lapangan. 

Rata-rata para pasien sembuh karena perawatan dokter.

Jangan salah, bagi pengidap yang sembuh, itupun sebuah mukjizat mengingat belum ada satu vaksin cespleng diketemukan sebagai penawar virus ini, namun bukan kesembuhan ilahi a la KKR-KKR lapangan.

Apakah surga terdiam tak berdaya?

Begini ya, bahkan hamba Tuhan yang merasa paling berkarunia kesembuhan ilahipun akan berkata bahwa kesembuhan itu dari Tuhan.

Tuhan yang berdaulat menyembuhkan, mereka hanya alat yang dipakai.

Nah, jika Allah yang berdaulat itu tidak atau belum mau menyembuhkan atau menyapu bersih virus ini, siapa mereka dapat bertindak melampaui Tuhan? 

Jadi berhentilah merundung mereka.

Kedua, Tuhan tidak kehabisan kuasa untuk menghentikan virus ini.

Dalam masa terdiamnya surga ini, tidakkah Anda berpikir bahwa Dia sedang menunggangi virus ini untuk melaksanakan rencana-Nya?

Sebuah rencana yang kita belum paham, yang jelas dalam masa "pembiaran" ini dunia berguncang sangat keras, mengguncang semua faktor, , apakah itu iman, agama, sosial, ekonomi, politik, dll. 

Ada apa dengan guncangan dunia yang seolah dibiarkan ini? 

Supaya tinggal tetap yang tak terguncangkan! 

Jadi, meski ikut terguncang, pastikan jangan sampai roboh dan tercabut dari akar iman kita. 

Sebagai anak-anak-Nya, kita harus tetap percaya, dan semakin bersungguh hati terhadap Dia.

Tuhan Yesus Yang Maha Kuasa tetap memegang kendali, Dia sedang melaksanakan rencana-Nya. JLI. 

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
#AllAboutJesus 

ALFA dan OMEGA

ALFA OMEGA

By Leo Imannuel

Tuhan itu Alfa dan Omega.

Alfa adalah huruf pertama dan Omega adalah yang terakhir dalam aksara Yunani, seperti A dan Z dalam aksara yang kita gunakan pada umumnya.

Ini artinya Tuhan adalah yang awal dan akhir.

Awalnya siapa dan akhirnya siapa?

Tuhan?

Tentu bukan!

Awal dan akhir di sini merujuk kepada seluruh ciptaan, termasuk manusia.

Semua ciptaan memiliki awal atau alasan keberadaan, yaitu Tuhan Sang Pencipta.

Khususnya manusia, juga memiliki akhir dan kemana dia setelah semua berakhir, tentu kembali kepada Sang Pencipta, entah untuk menerima mahkota atau hukuman.

Hidup manusia berawal dari Tuhan dan akan berakhir juga di sana.

Dari dalam kekekalan Tuhan merancangkan rencana-Nya bagi manusia, terutama anak-anak-Nya, rencana-Nya pasti indah, mulia dan membawa kebaikan bagi kita.

Keindahan dan kebaikan rencana-Nya mesti dilihat dari sudut pandang kekekalan, dan tidak boleh selalu dinilai dari sudut pandang kehidupan di dunia saja.

Maksud saya, pandangan yang berpikiran karena rencana Tuhan itu indah, mulia dan membawa kebaikan bagi kita maka pasti mukjizat akan terjadi, sakit menjadi sembuh, terobosan dalam hal keuangan, mendadak toko rame sendiri di kala kanan kiri sepi, dan lain sebagainya.

Jangan salah juga, Dia kadang mengerjakan yang demikian dalam hidup beberapa orang, kisah-kisah mukjizat mewarnai kehidupan kekristenan kita.

Namun, bagaimana dengan mereka yang hanya bisa mendengar kesaksian-kesaksian demikian namun tidak mengalaminya?

Apakah Tuhan kurang mengasihi mereka?

Apakah ada noda dalam hidup yang menghalangi mukjizat terjadi?

Ataukah salah cara mereka berdoa? Kurang intens? Kurang berpuasa?

Ataukah Tuhan yang memegang kendali di belakang itu semua?

Begini, jika kasih Tuhan hanya diukur dari terjadinya mukjizat atau tidak, alangkah dangkal kasih tersebut.

Kasih Tuhan melampaui hidup di dalam dunia ini, dia menjangkau bahkan sampai pada kekekalan.

Jadi, ketika mukjizat tidak terjadi, jawaban doa berbeda dari yang diharapkan, Tuhan tetap memegang kendali, dia merencanakan yang terbaik, dan kadang yang terbaik adalah membiarkan anak-anak-Nya berjalan melewati lembah kekelaman, bahkan kematian.

Bukankah, kematian sudah kehilangan sengatnya ketika Kristus bangkit dari kematian?

Jadi, bahkan kematianpun bukan lagi menjadi momok menakutkan bagi orang-orang percaya.

Kematian adalah jalan untuk bersama-sama dengan Tuhan.

Ini adalah sebuah penghiburan kuat di tengah-tengah kedukaan.

Sulit bagi kita untuk mengerti rencana Tuhan, sehingga juga sulit untuk bisa mengucap syukur di tengah-tengah kesukaran, itu semua semata-mata karena kita belum mengerti rencana-Nya. 

Jadi, yang perlu kita lakukan tetaplah percaya kepada Tuhan, tetap mengasihi-Nya. 

Karena pasti rencananya sempurna, indah, mulia dan mendatangkan kebaikan bagi kita. 

Jangan biarkan ketidakmengertian kita merusak hubungan kita dengan Tuhan. JLI. 

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Selasa, 14 April 2020

UNTUK TENAGA MEDIS DI MEDAN PEPERANGAN MELAWAN COVID-19

Begitu hasil tes lab darah, rongent thorax dan CT Thorax keluar, langsung ranjang saya di IGD dipindahkan ke ruangan isolasi.

Sendirian, bingung tidak tahu apa yang terjadi, haus, lapar dan kedinginan, menanti dengan tidak pasti.

Sampai akhirnya istri saya datang sambil menangis dan menjelaskan jikalau hasil tes kami berdua mengarah ke Covid-19.

Setelah menunggu dan tidak ada arahan dari pihak rumah sakit, saya memanggil perawat.

Tidak ada yang menanggapi, tidak satupun berani mendekati kami.

Sampai akhirnya seorang perawat pria dengan baju lengkap memasuki ruangan kami.

Beliau menyapa ramah, berusaha menjelaskan keadaan kami, bahwa mereka sedang menghubungi beberapa rumah sakit dan wisma atlet, mencari ambulance.

Dengan baju lengkap itu saya tahu pasti "engap" untuk bernafas, saya tawarkan duduk beliau menolak, karena memang tidak boleh duduk, terlihat sang perawat berusaha untuk membuat kami tenang dan nyaman.

Saya sangat berterima kasih terhadap beliau.

Terbayang ribuan tenaga medis lain yang seperti beliau, setiap hari langsung berhadapan dengan pasien pengidap virus corona, selama berjam-jam menahan lapar, haus, menunda ke toilet.

Saya termasuk yang tidak betah memakai masker, karena nafas yang panas tertahan, nah, bayangkan mereka, bisa 8 jam bermasker dan berbaju super gerah demikian.

Terbaca, banyak yang berguguran, baik dokter maupun perawat.

Hormat saya bagi mereka, bagi saya mereka adalah pahlawan.

Terbayang wajah jemaat saya, dua orang dokter dan seorang perawat yang juga terjun ke medan peperangan melawan Covid-19 ini.

Doa saya menyertai mereka.

Tuhan, lindungilah mereka dan keluarga mereka.

Salam hormat! 

Sabtu, 11 April 2020

SAYA dan COVID-19

Sabtu, 4 April menjadi salah satu hari yang paling melelahkan di dalam hidup saya.

Setelah sebelumnya, sejak tgl. 26 Maret Saya menderita demam tinggi, turun naik, batuk-batuk, susah makan, tidak bisa tidur, mimpi buruk, gelisah, hingga akhirnya memutuskan untuk ke rumah sakit.

Hasil test lab darah, rongent thorax dan CT Scan Thorax, hasilnya ada flex pada paru-paru, yang semua mengarah positif Covid-19.

Sebelum hasil diberitahukan, tiba-tiba ranjang saya di IGD dipindahkan ke ruangan sendiri yang dinginnya luar biasa.

Kelaparan, kehausan, kedinginan, sendirian, tanpa informasi apapun, saya mulai curiga pasti ada yang salah, sampai istri saya datang sambil menangis, menerangkan hasil lab kita berdua tidak bagus.

Pada detik itu kekuatan fisik dan emosi saya sudah sampai titik nadir. 

Atas saran seorang kawan, sore itu kami memutuskan untuk melakukan swab tes di sebuah Rumah Sakit swasta di Jakarta Selatan.

Istri saya setir.

Swab test tidak dilakukan di ruang ber-ac yang nyaman, melainkan di pinggiran rumah sakit, tanpa AC, tanpa toilet.

Mereka membangun bedeng-bedeng sederhana. 

Kekuatan saya benar-benar sudah habis, lemas, demam, perasaan tidak enak campur baur jadi satu, menahan ke belakang, mengantuk, dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya kami dipanggil, di wawancara 2 kali di dua bedeng yang berbeda, sebelum akhirnya swab test dilakukan, di bagian belakang rumah sakit, masih di dalam bedeng.

Hari itu selesai.

Sesampainya di rumah, saya segera mandi, masuk kamar isolasi dan tidur.

Puji Tuhan, 1 hari terlewati. 

Penyakit ini telah menyedot habis kekuatan saya secara fisik, rohani maupun jiwani.

Iman yang perkasa tertunduk, keceriaan mendadak pergi berlibur entah kemana, tubuh lemah, tidak ada semangat sama sekali.

Tuhan ada di mana?

Tidakkah saya berdoa?

Apakah Tuhan tidak mendengar doa-doa saya? 

Lalu saya belajar apa dari ini semua?

Begini, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. 

Dalam konteks saya Dia menunjukkan penyertaan-Nya melalui jemaat yang sangat perduli dengan kami, sahabat-sahabat yang langsung bergerak membantu kami, orang-orang jauh yang bahkan kami belum pernah berjumpa mengirimkan berbagai macam multi vitamin, madu, obat bahkan makanan, sekedar menanyakan kabar, mendoakan, mengirimkan berbagai macam artikel maupun video yang menguatkan.

Pada masa-masa sulit seperti ini yang mereka lakukan memberikan kekuatan dan penghiburan yang tidak sedikit bagi saya dan istri.

Kami berhutang kepada setiap saudara.

Dalam penderitaan itu saya berdoa meminta kesembuhan, namun tidak terjadi, pada saat-saat seperti itu saya belajar artinya berserah.

Tidak ada hal lain dapat dilakukan.

Berserah karena memang sudah tidak punya apa-apa lagi untuk diandalkan, berserah karena memang lemah dan rentan, berserah karena bahkan berdoapun sudah tak bisa, berserah karena memang sudah tidak memiliki apapapun untuk diandalkan, tidak ada bayangan pengharapan akan kesembuhan sama sekali.

Berserah, karena hanya itu satu-satunya yang masih dapat dilakukan.

Saya teringat perkataan Asaf: 
"Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya." (Mazmur 73:26) 

Saya dibawa kepada keadaan di mana mau tidak mau mengatakan bahwa bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.

Seseorang tidak akan pernah bisa benar-benar berserah kepada Tuhan sampai dia merasa sudah tidak punya apa-apa lagi yang dapat diandalkan.

Bahkan harapan untuk sembuh secara mukjizatpun tidak diberikan.

Ketika mukjizat sirna, berkat-berkat jasmani tidak lagi berharga, berbagai karunia roh tidak bekerja, hikmat padam, saya tidak bisa berpikir apapun, kegagahan seorang hamba Tuhan hilang, lalu apa yang sisa?

Yang sisa hanya hati yang mengasihi Tuhan.

Saya teringat suatu malam saya berdoa sambil menangis, mengulangi dua buah ayat yang menjadi pokok doa harian kami, sebuah doa rutin yang entah mengapa malam itu menjadi berbeda, saya mengangkat tangan, bercucuran air mata, tidak banyak berkata-kata, hanya panggilan "Tuhan Yesus!"

Dan ajaibnya saya tahu Dia mengerti, saya tahu Dia perduli, saya tahu Dia ada bersama saya sepanjang perjalanan ini.

Hanya itu, tidak ada yang spektakuler, tidak ada penglihatan atau nubuatan, hanya sebuah hubungan hati, sebuah hubungan bathin, dan itu cukup untuk menyegarkan roh saya bahkan hingga hari ini, ketika hasil swab test menyatakan saya negatif Covid-19, saya masih isolasi diri di kamar.

Ah, masih banyak sisi-sisi lain yang bisa saya ceritakan, mungkin besok atau lusa saya menulis lagi.

Hamba Tuhan
Leo Imannuel

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)