Minggu, 20 Agustus 2023

KISAH DUA SAUDARA KEMBAR

KISAH DUA SAUDARA KEMBAR

By Leo Imannuel

Asumsi dan Penghakiman bak dua saudara kembar yang berjalan dengan akurnya.

Mereka berdua memiliki kakak bernama Nalar, yang jika sedang tidak akur tidak diajak bergabung.

Hasil dari kedua saudara kembar ini adalah opini yang dirasa wajib untuk disebarluaskan meski disertai oleh pesan JBSS (Jangan Bilang Siapa-Siapa) dan CBYTTA (Cuma Buat Yang Tau-Tau Aja).

Tanpa sang kakak yang bernama nalar itu opini kedua orang kembar itu menjadi sesuatu yang negatif, menyebar bak virus mematikan karena dapat membunuh karakter atau perusakan reputasi seseorang.

Sebenarnya kelakuan mereka itu jahat bahkan melawan kemanusiaan.

Dalam melakukannya, pertama-tama mereka harus membisukan hati nurani sendiri yang mencoba mengingatkan, kemudian kawan baik si kembar bernama reason (alasan) melakukan tugasnya dengan memberi berbagai alasan mengapa mereka perlu melakukannya dan si korban pantas menerima perlakuan demikian, untuk menggiring asumsi sehingga keduanya sampai kepada opini yang diinginkannya.

Bahkan sampai kepada mengapa mereka harus menyebarluaskan berita penuh bumbu dan hiasan artifisial tersebut bak perang suci yang mesti dilakukan.

Untuk mencapai opini tertentu ada bahannya yang mungkin benar namun karena iri hati dan kebencian, bak seorang chef dengan piawai berita yang sebagian benar itu diolah sedemikian rupa ditambahi beberapa bumbu dan bahan lain, garnis dan topping kemudian  terciptalah sebuah kabar busuk yang kita kenal dengan hoax.

Untuk beberapa oknum, mereka melakukannya hanya untuk uang dan ketenaran diri sendiri atau kelompok yang membayar.

"Makanan jadi" tersebut kemudian disajikan kepada masyarakat banyak atau komunitas tertentu.

Beberapa orang dengan nalar sehat, kaya akan literasi dan bijak dalam menimbang akan segera menafikan makanan penuh racun tersebut.

Sayangnya, sebagian besar lainnya menerima dengan senang karena makanan tersebut tersajikan dengan indahnya.

Mereka adalah orang-orang yang miskin literasi dengan nalar pendek namun biasanya berlidah sangat lentur yang dengan senang hati membagi makanan tersebut kepada circle-nya bahkan ditambahi dengan ingredients lainnya, atau zaman now ibu jari yang lincah untuk segera share berita-berita tersebut.

Bagaimana dengan korban?

Perduli setan jika mereka menderita, susah, kecewa, marah, terhukum oleh komunitas yang juga miskin literasi dan cetek dalam penalaran, sebagian sih hanya cari aman dan ikut kelompok yang sepertinya mayoritas.

Yang penting diri ini puas dan diuntungkan.

Kebencian dan keserakahan telah membunuh hati nurani, meniadakan adab, mengingkari belas kasihan dan menolak rasa kemanusiaan.

#KiraKiraBegitu

Kamis, 17 Agustus 2023

JANGAN-JANGAN

Jangan-jangan aku hanya berkunjung ke gereja namun tidak berjumpa dengan Tuhan.

Jangan-jangan aku hanya sekedar menyanyikan lagu pujian namun tidak menyembah-Nya, sehingga hanya beribadah namun tidak mengalami perjumpaan ilahi dengan-Nya.

Jangan-jangan aku hanya sekedar membaca Alkitab untuk sekedar memenuhi kuota pembacaan kitab suci harian namun tidak terjamah oleh Sang Firman.

Jangan-jangan aku hanya sekedar belajar teologi namun gagal berjumpa dengan Tuhan, salah paham dengan menganggap belajar teologi sama dengan membaca Alkitab, tertipu karena membaca Alkitab hanya untuk mengisi otak namun bukan hati. 

Jangan-jangan selama ini aku belajar Alkitab menurut pendapat orang lain dari berbagai buku tafsir dan referensi dan bukan dari Roh Kudus, sering membaca buku-buku teologi namun lupa merenungkan firman-Nya dan membiarkan-Nya mengisi hatiku dengan pengertian-Nya. 

Jangan-jangan dalam melayani aku hanya sekedar berkegiatan rohani namun tanpa belas kasihan.

Jangan-jangan aku hanya sekedar mengidentifikasi diri sebagai Kristen namun tidak pernah benar-benar mengalami Tuhan apalagi mengenal-Nya.

Jangan-jangan aku gagal melihat-Nya di dalam orang-orang yang tertindas atau dalam situasi dan kondisi yang mungkin menekan.

Jangan-jangan selama ini aku, kamu dan kita telah salah melangkah.

Jangan-jangan....

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 03 Agustus 2023

THE PHASES of LIFE

Setiap orang semestinya melewati 4 fase pertumbuhan, yaitu,
1. Unconscious Incompetence
2. Conscious Incompetence
3. Conscious Competence
4. Unconscious Competence

Kita akan pelajari satu persatu, dengan Yesaya pasal 6 sebagai contohnya.

Yesaya adalah seorang imam dan juga nabi, artinya beliau menjalankan aturan agama secara ketat.

Bicara kekudusan, Yesayalah orangnya.

Yesaya sudah bernubuat sejak pasal pertama, namun baru pada pasal keenamlah kita disuguhi oleh semacam pelantikan resmi dari surga mengenai kenabiannya.

Yesaya mengalami ke-4 fase pertumbuhan di atas.

Dari pasal 1-5 Yesaya berada di fase unconscious incompetence, yaitu ketidaksadaran akan kemampuan diri, singkatnya dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Dia tidak sadar bahwa dirinya orang berdosa, seluruh korban yang dia persembahan, semua ibadah yang dilakukannya, serta doa-doa yang dipanjatkannya selama ini ternyata tidak membuatnya menjadi kudus.

Dia melayani sebagai imam dan nabi, keluar masuk Bait Allah, hati nuraninya tidak pernah mengganggunya.

Sampai akhirnya pada pasal 6 hadirat Tuhan menyadarkannya.
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." Yesaya 6:5.

Pada poin ini Yesaya disadarkan dari fase unconscious incompetence, kemudian secara simultan dia masuk kepada fase conscious Incompetence, atau kesadaran akan ketidakmampuan diri, alias dia tahu bahwa dia tidak tahu.

Hadirat kekudusan Tuhan menyadarkannya, tidak heran kemudian jika Yesaya memberi respon berupa ratapannya akan keberdosaan dirinya, "celakalah aku..."

Sampai kemudian Tuhan menguduskannya,

Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni."
Yesaya 6:6-7.

Setelah dikuduskan barulah Yesaya berani menanggapi panggilan Tuhan,

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"Yesaya 6:8.

Yesaya sudah masuk kepada fase conscious competence, atau kesadaran akan kemampuan dirinya, atau dia tahu bahwa dia tahu.

Dengan hati dan hidup yang baru, Yesaya semakin mantap di dalam melayani panggilan Tuhan.

Bukan hanya sekedar rutinitas yang menjadi kebiasaan, melainkan memainkan peranan khusus sesuai panggilan-Nya.

Dengan berani dan setia Yesaya menyampaikan apa yang Tuhan minta untuk dia sampaikan.

Sampai akhirnya menurut tradisi Yahudi, Yesaya wafat karena digergaji menjadi dua (bandingkan Ibrani 11:37) oleh Raja Manasye yang jahat yang telah menggantikan ayahnya, raja Hizkia.

Disinilah Yesaya masuk kepada fase final yaitu, unconscious competence yaitu ketidaksadaran akan kemampuan diri.

Maksudnya bukanlah dia tidak tahu, melainkan kemampuan diri itu sudah berada di alam bawah sadarnya.

Seperti seseorang yang sudah mahir mengemudikan mobil, tentunya dia tidak perlu berpikir lama untuk kapan harus mengganti persneling, bagaimana bermanuver, kecepatan seberapa yang dibutuhkan, semua itu secara otomatis akan bekerja di dalam dirinya, sebagai kemampuan yang sudah mendarah daging.

Setelah peristiwa pengudusan dan pemanggilannya, Yesaya melayani dan pelayanannya menjadi jati dirinya.

Dia menyesuaikan hidupnya dengan panggilannya, bukan panggilan yang disesuaikan dengan hidupnya.
Dia membangun hidupnya di atas panggilannya.

Yesaya bukanlah Yesaya tanpa pelayanannya.

Tidak bisa tidak Yesaya mesti melayani sesuai panggilannya, sekalipun itu berarti hilang nyawa.

Secara singkat, kira-kira kita berada pada fase yang mana?

Pelayanan masih cari untung?

Hitungan untung ruginya kuat?

Pelayanan masih menjatuhkan orang?

Atau berani menaruh kepala untuk membela panggilan Tuhan?

Silahkan gumuli dengan Tuhan.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Selasa, 01 Agustus 2023

BERPIKIR PANJANG

Sebelum berbuat sesuatu coba pikirkan konsekuensinya terlebih dahulu secara mendalam.

Karena konsekuensi biasanya lebih berat daripada perbuatannya.

Biasanya keberanian melakukan sesuatu tidak berbanding lurus dengan kesiapan mental untuk menanggung konsekuensi.

Kata 'khilaf' yang biasa menjadi alasan ketika ditanya 'mengapa' melakukannya diucapkan karena ketidaksiapan menerima dan memahami konsekuensi yang harus di tanggung.

Definisi 'Pikiran Pendek' yang menjadi terminologi buat seseorang yang berbuat ceroboh sebenarnya adalah seseorang yang tidak berpikir lebih panjang sampai menjangkau kepada konsekuensi, sehingga tidak menimbang semua beban yang akan ditanggung oleh baik dirinya sendiri serta orang lain yang akan kena efek dari perbuatannya.

Jadi, budayakan berpikir panjang.

"Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar."
Raja Sulaiman.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)