Hidup memang kadangkala terasa tak adil dan berat.
Masalah datang silih berganti, seperti yang dialami oleh bangsa Israel, baru saja lolos dari tangan Firaun, sekarang terhadang oleh orang Amalek.
"Lalu datanglah orang Amalek dan berperang melawan orang Israel di Rafidim." Keluaran 17:8
Secara garis keturunan orang Amalek dan orang Israel sebenarnya adalah sepupu, karena Amalek sendiri merupakan cucu dari Esau, kakak Yakub yang menjadi nenek moyang Israel.
Hanya orang-orang terdekatlah yang dapat menyakiti kita lebih sakit.
Ada tiga hal yang dapat kita pelajari dari pertempuran Israel dan Amalek ini.
Pertama, arti kata Rafidim sendiri adalah tempat peristirahatan.
Tuhan tidak pernah mengizinkan pergumulan datang menghantam disaat kita lemah.
Inilah prinsip yang rasul Paulus tulis ulang di dalam 1 Korintus 10:13, yang berbunyi demikian:
"Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."
Suoaya berbagai pergumulan hidup itu tidak lebih kuat daripada kita, maka tidak pernah Dia izinkan menimpa di saat kita lemah.
Penyerbuan Firaun memang melemahkan hati, jiwa dan fisik orang Israel, terutama Musa, namun setelah keluar dari dalam laut, mereka resting alias beristirahat, untuk memulihkan kekuatan fisik, jiwa dan roh.
Kedua, kunci kemenangan Israel melawan Amalek adalah ketika Musa mengangkat tangannya di atas bukit.
Prinsip pertempuran adalah siapa menguasai tempat tinggi dia akan menang.
Pada zaman kini tidak heran negara Israel tidak pernah mau menyerahkan dataran tinggi Golan yang direbutnya dari Suriah pada peristiwa perang enam hari tahun 1967.
Di dataran tinggi inilah Israel membangun pusat pengamatan tentara atau "Mata Israel" (The Eye of Israel).
Dari dataran tinggi ini kita dapat melihat baik Suriah maupun Israel, dari bukit ini menyerang Israel menjadi lebih mudah.
Kembali kepada Musa di atas bukit, secara rohani, apa yang Musa lakukan adalah dia melakukan peperangan rohani di alam roh yang tak terlihat, namun tak kalah sengit.
Musa bertempur bersama Tuhan. Musa sadar bahwa tanpa bantuan Tuhan maka nasib Israel akan hancur, terbukti ketika dia menurunkan tangannya, Amalek menjadi lebih kuat.
Dalam setiap pergumulan, ayo kita kuasai dataran tinggi, maksudnya masuklah ke dalam ruang doa, puji dan sembahlah Tuhan, kalahkan setan dengan kuasa Roh Kudus di dalam Nama Tuhan Yesus Kristus.
Bukankah perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Efesus 6:12
Ketiga, mengapa ada begitu banyak tantangan tantangan di dalam kehidupan orang Israel?
Sederhana saja, karena mereka masih di dalam perjalanan menuju tanah perjanjian.
Di padang gurun Tuhan melatih untuk mempersiapkan mereka memasuki tanga perjanjian dan kemudian membangunnya menjadi sebuah negara para imam di mana Tuhan sendiri yang menjadi pemimpinnya.
Namun sebelum terbentuk sebuah kerajaan teokrasi, maka mentalitas kerajaan Imamat itu harus terlebih dahulu lahir di hati mereka.
Membentuk sebuah negara memang sulit, namun lebih sulit melahirkan negara, kecintaan, visi dan misi sebuah negara di dalam hati setiap rakyatnya.
Padang gurun adalah cara Tuhan untuk melakukannya.
Lalu apakah setelah memasuki tanya perjanjian masalah mereka berhenti?
Tentu tidak, karena mereka harus merebut dan membangunnya menjadi sebuah kerajaan seperti yang Tuhan inginkan.
Diperlukan kerja keras dan hikmat untuk mewujudkannya.
Hingga suatu hari kelak kerajaan yang sesungguhnya akan dinyatakan, di mana Tuhan sendiri akan menjadi raja seluruh bumi.
Kita mengalami banyak pergumulan karena memang belum "pulang."
Dunia ini seperti padang gurun kehidupan, di sini kita berjuang di dalam pertandingan iman.
Di dalam kehidupan ini Allah melatih kita agar kelak memang layak secara bathin (karakter) memasuki langit baru dan bumi baru yang Dia janjikan untuk menjadi warga negaranya (permanent resident).
Sebelum kelak dinyatakan, dunia yang akan datang itu perlu dilahirkan di hati kita.
Melalui pergumulan, Tuhan hendak melahirkan mentalitas langit baru dan bumi yang baru di dalam hati kita.
Supaya kita menghidupi hidup ini dengan karakter surga, memandang dunia dan segala hal di dalamnya dengan sudut pandang ilahi.
Sehingga otomatis kehidupan kita akan berbeda dengan orang-orang dunia, karena mentalitas atau hatinya berbeda.
Cara kita menjalani hidup buka berdasarkan hitungan untung rugi secara duniawi, melainkan dari sudut pandang kekekalan.
#KiraKiraBegitu
#Musa
#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
#TheEncounter
#LeoImannuel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar