Sabtu, 20 Mei 2023

RASA

2 Samuel 6:14, 16, 20
(14) Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan. 
(16) Ketika tabut TUHAN itu masuk ke kota Daud, maka Mikhal, anak perempuan Saul, menjenguk dari jendela, lalu melihat raja Daud meloncat-loncat serta menari-nari di hadapan TUHAN. Sebab itu ia memandang rendah Daud dalam hatinya. 
(20) Ketika Daud pulang untuk memberi salam kepada seisi rumahnya, maka keluarlah Mikhal binti Saul mendapatkan Daud, katanya: "Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!"

Bagaimanakah memaknai seseorang yang hatinya dibanjiri sukacita secara berlimpah? 

Suatu kelimpahan sukacita yang bahkan hati tidak dapat menampung, air bah sukacita yang akhirnya termanifestasi melalui tawa dan tarian. 

Bagaimanakah memaknainya? 

Bagaimanakah dapat memahami seseorang yang sedang jatuh cinta?

Dengan logikakah?

Sukacita berlimpah dan jatuh cinta mendalam, serta berbagai tindakan yang menyertainya tidak dapat dipahami secara logis.

Mikhal binti Saul mencoba melakukannya.

Dia menilai "kegilaan" Daud dengan kepatutan tindakan seorang berdarah biru.

Kalimat sindirannya: "Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!" merupakan bentuk protesnya atas kelakuan Daud yang telah bertindak di luar batas kesopanan seorang raja.

Apakah Daud perduli dengan sindiran tersebut?

Apakah seseorang yang sedang jatuh cinta perduli dengan nasihat orang lain?

Tentu tidak!

Masa remaja saya kenyang dengan omelan ayah, 

"Ngapain sih ke gereja melulu!"

“Memangnya gereja kasih kamu makan!"

Akhirnya papa mengeluarkan juga kecurigaan pamungkasnya kepada saya: "Kamu punya pacar di gereja ya?!“

Bagaimana cara menjelaskan kepada ayah saya bahwa di hati ini ada gairah yang membara untuk melayani Tuhan, ada kerinduan untuk senantiasa berada di rumah-Nya?

Kekuatan cinta bisa membuat seseorang melakukan hal-hal bodoh bahkan spektakuler, Kaisar Mughal Shāh Jahān, membangun Taj Mahal sebagai sebuah musoleum untuk istrinya, Arjumand Banu Begum. 

Pada tahun 1975, PK Mahanandia nekat bersepeda ke Eropa dari India untuk menemui tambatan hatinya, Charlotte Von Schedvin. 

Liu Guojiang jejaka 19 tahun menikahi Xu Chaoqin, seorang janda yang berusia 10 tahun lebih tua dari dirinya. Untuk menghindari pergunjingan orang mereka melarikan diri ke atas gunung Tan, Jiajing, China. 

Selama 50 tahun Liu mengukir 6000 anak tangga untuk memudahkan istrinya turun naik. 

Daud menari-nari penuh semangat di hadapan Tabut Perjanjian yang adalah lambang kehadiran Tuhan. 

Bagaimana menilai itu semua? 

Cinta tidak bisa dinilai dengan apapun kecuali melalui 'rasa' 

Salah satu definisi rasa menurut KBBI adalah
"tanggapan hati terhadap sesuatu (indra)"

Jangan nilai orang yang sedang jatuh cinta dengan logika, tidak akan bisa, nilailah dengan rasa di hati, pahami dengan hati.

Mengapa memilih mengikuti jalan Tuhan yang seolah membatasi gerak langkah kita sementara banyak kawan sedang asyik dengan dunia?

Mengapa berani rugi demi Tuhan? 
Menolak banyak kesempatan emas demi menaati Dia? 

Cinta kepada Sang Juru Selamat adalah jawabannya.

Secara logika dunia kita aneh dan agak bodoh.

Namun, rasa di dalam hati membenarkan semua pilihan tidak populer yang kita ambil.

Kembali kepada Daud, tindakannya tidak bisa hanya dinilai secara logis, karena dia lahir dari rasa di dalam hati bukan dari pikiran.

Mengingat usahanya pertama kali untuk mengangkut Tabut Perjanjian gagal (2 Sam 6:1-10).

Usaha pemindahan Tabut Perjanjian dilanjutkan kembali di ayat 12, atau kira-kira 3 bulan setelah kegagalan, kali ini dengan cara yang benar.

Usaha ini berhasil.

Dapat dibayangkan kegirangan Daud akan keberhasilan ini, mengingat juga kegagalan pertama yang menelan korban nyawa Uza (ayat 6-7).

Dalam kehidupan spiritualitas keagamaan peranan rasa ini sangat penting. 

Pendekatan akan ketuhanan, atau penghayatan akan ketuhanan tidak bisa hanya dinalar secara logis belaka, melainkan wajib disertai oleh rasa. 

Kehidupan beragama tidak bisa dijalani atau diperdalam hanya melalui perpustakaan atau ruang kuliah saja. 

Mesti ada praktikum di laboratorium kehidupan, di mana iman bukan hanya didefinisikan secara cerdas atau diceramahkan di ruang kuliah, melainkan juga dialami, dan itu sangat perlu rasa. 

Bahkan doa sebagai aktivitas normal orang beragama juga sangat memerlukan rasa. 

Hambar rasanya berdoa tanpa rasa. 

Berteologi tanpa rasa hanya akan mengawang semakin jauh dari realita kehidupan praktis sehari-hari. 

Berteologi namun fakir pengalaman bersama Tuhan sehari-hari, akhirnya menjadi seperti zombie, hidup namun tanpa rasa. 

Pertahankan cinta tersebut, biarkan dia menuntun langkah kita ke depan.

Saya tutup tulisan ini dengan Kidung Agung 8:6-7
(6) Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
(7) Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar