BADAI YANG DISENGAJA
By Leo Imannuel
Bagi seorang pelaut atau nelayan badai adalah sesuatu yang dihindari, jikalau bisa tidak usah ada sama sekali.
Karena jika terjebak di dalamnya urusannya maut, jika tidakpun tentu akan menganggu semua urusan mencari nafkah.
Di dalam kehidupan, badai merupakan sebuah metafora bagi kesulitan atau pergumulan yang melanda seseorang, sekeluarga, sekota, sebangsa bahkan seluruh dunia macam pandemi Covid-19 ini.
Setiap orang berdoa agar badai ini cepat berlalu, segera pergi, selesai secepat-cepatnya, jikalau perlu detik ini juga.
Orang Kristen juga berdoa yang sama, semua pendeta berdoa, tengking sana tengking sini, bahkan bernubuat, sampai ada yang berani menentukan waktu kapan pandemi ini selesai.
Namun, sudah hampir dua tahun badai pandemi ini tidak reda, apalagi selesai.
Baru saja kita bernafas sedikit lega, badai gelombang kedua datang menyerang, bahkan lebih mengerikan daripada yang pertama.
Saya jadi teringat kepada dua kisah para murid dihantam badai.
Ketika Tuhan Yesus tertidur di buritan (Markus 4:35-41) dan ketika Petrus berjalan di atas air (Matius 4:22-33).
Pertanyaannya ketika Dia tertidur dan membiarkan para murid berperahu tanpa diri-Nya, tidakkah Beliau tahu mereka akan menghadapi badai hebat yang mengancam nyawa?
Saya percaya Dia tahu, bahkan tahu banget.
Namun, kenapa Dia biarkan?
Tidakkah Beliau mencoba menghindarkan mereka dari badai?
Hmm....
Tidakkah Anda berpikir bahwa Beliau "dengan sengaja" membiarkan para murid masuk ke dalam badai?
Sebuah badai yang memang mereka harus alami.
Badai yang mereka tidak bisa hindari.
Ada sebuah pelajaran penting yang para murid harus pelajari.
Ada pewahyuan penting yang Tuhan ingin wahyukan kepada mereka, dan ini tidak bisa diajarkan di ruang kelas, mereka harus mengalaminya sendiri.
Terbukti, setelah badai reda, para murid memberikan respon yang luar biasa:
Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." Matius 14:33
Jika badai tidak kunjung reda di dalam hidup, mungkin Tuhan sedang memakai badai untuk mengajari kita sesuatu.
Bagaimana dengan badai pandemi ini?
Tuhan sudah pasti mendengar semua doa-doa kita, tapi mengapa badai ini belum reda?
Nah... nah... jangan-jangan ini jenis badai yang memang harus kita hadapi, tidak bisa lari menghindar.
Jika demikian maka doa-doa kita harus berubah, bukan meminta supaya badai ini reda, melainkan meminta hikmat bagaimana hidup di tengah badai, supaya tetap dapat melihat dan memanfaatkan peluang, berselancar di tengah badai.
Sebagaimana yang Yakobus tuliskan di 1:5
"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah......"
(silahkan baca ayat 1 sampai ayatnya yang ke-8).
Pasti ada pelajaran hidup berharga yang kita dapatkan selama pandemi ini.
Tingkat iman dan kebergantungan kita kepada Tuhan semakin dalam.
Iman para murid sebelum badai dan setelah badai pasti akan berbeda, penghayatan mereka akan Kristus akan jauh lebih dalam dan bermakna.
Demikianlah juga kita seharusnya.
Lalu, apa tujuan Tuhan dengan badai ini?
Saya tidak tahu pasti, namun, jawaban yang paling mudah menurut saya tertulis di Ibrani 12:26-28,
(26) Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga."
(27) Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan.
(28) Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.
Dia sedang menggoncangkan kuasa dunia, ilah-ilah zaman yang dipuja dan diandalkan oleh manusia.
Dia sedang mempermainkan mereka, dan menunjukkan kepada semua manusia betapa lemahnya mereka.
Yang tidak berakar kuat dalam Kristus akan tegoncang, supaya mereka yang sungguh-sungguh akan terlihat dan tinggal tetap.
Semoga saya dan Anda berada di bagian ahli waris kerajaan yang tak tergoncangkan.
Caranya, dengan menaruh iman yang kokoh di dalam pemeliharaan Allah.
Berserah kepada-Nya.
Keberserahan diri membuat damai sejahtera menjaga hati kita.
Respon para murid setelah Tuhan Yesus menenangkan badai di dalam peristiwa diri-Nya tertidur di buritan kala badai adalah:
"Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" Markus 4:41.
Seharusnya respon mereka adalah:
"Siapa gerangan orang ini, sehingga Dia dapat tidur dengan nyenyak di kala badai?"
"Siapa gerangan orang ini, di tengah-tengah orang yang panik saat badai menyerang dia masih bisa tidur nyenyak?"
Itulah kerajaan yang tidak tergoncangkan.
Bukan karena tidak perduli, namun karena keyakinan yang kokoh di dalam Tuhan, kemudian menimbulkan keberserahan diri total kepada-Nya.
#KiraKiraBegitu
#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)