Pendapat 1
"Boleh mengkritik asal membangun"
Tapi, jikalau ada kritik yang membangun, mengapa setiap kritikan selalu melukai hati, bahkan bisa merusak hubungan?
Pendapat 2
"Mana ada kritik yang membangun, jadi tidak boleh mengkritik"
Tapi, jikalau tidak boleh mengkritik, lalu bagaimana kita bisa membantu seseorang menjadi pribadi yang lebih baik?
Menurut aplikasi KBBI di iOS, KRITIK adalah:
"Kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dlsb"
Thesaurus di aplikasi yang sama:
KRITIK: apresiasi, catatan, celaan, iktirad, kecaman, komentar, penilaian, pertimbangan, sanggahan, siasat, suara miring, teguran.
MENGKRITIK: mempersoalkan, mempertimbangkan, memprotes, menganalisa, mengecam, mengevaluasi, menghakimi, mengomentari, menilai, menyanggah, menyerang, menyentil
Menurut Merriam-Webster, juga di iOS, KRITIK adalah:
"One who expresses a reasoned opinion on any matter especially involving a judgment of its value, truth, righteousness, beauty, or technique"
Berasal dari bahasa Latin 'criticus', yang berasal dari bahasa Yunani kritikos' = able to discern or judge
Dari penjelasan di atas, maka sebuah kritik disampaikan, wajib menyertai sebuah ulasan yang masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan keilmiahannya.
Berarti kritik tidak berdiri sendiri, wajib disertai sebuah ulasan, yang tanpanya sebuah kritik menjadi sebuah hujatan semata.
Menurut saya sebuah kritik yang disampaikan wajib memenuhi beberapa syarat:
1. Memiliki Tujuan Baik
Pikir masak-masak sebelum mengkritik, cek hati kita, apakah kritikan ini membawa tujuan baik? Atau hanya sekedar pelampiasan amarah saja dan menjadi sarana balas dendam?
2. Bangun Hubungan
Biasanya kita akan memberi toleransi berlebih kepada seorang sahabat atau seorang yang kita kasihi.
Kritik tanpa disertai sebuah hubungan jarang sekali membawa kebaikan dan rasa aman.
Jika kita membangun hubungan terlebih dahulu, maka minimal barier perasaan tidak nyaman dan tidak aman sudah jauh menipis.
Jika harus mengkritik namun, tidak memiliki hubungan yang intens, gunakan orang lain yang dekat dengannya, kemukakan uraian dan alasan yang masuk akal, kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Cari Cara, Waktu dan Bahasa Yang Terbaik
Tidak ada orang yang suka dikritik, termasuk para pengkritik.
Jadi carilah waktu yang terbaik untuk menyampaikan sebuah kritik. Berdoalah, minta kairos atau momen tepat untuk menyampaikan sebuah kritikan.
Gunakan cara yang bijak, dan gunakan bahasa yang baik, jangan gunakan, intonasi dan kata yang bersifat menghakimi.
Pastikan seseorang yang dikritik tahu bahwa kita berada dipihaknya, dan bahwa kita mengasihinya (biasanya ini muncul karena hubungan yang dibangun).
Nabi Natan sangat memahami poin ini. Ketika beliau harus menegur Daud berkenan dengan dosanya terhadap Uria dan Batsyeba. Nabi Natan tidak datang dengan telunjuk teracung lalu menghujami Daud dengan penghakiman.
Namun, beliau memakai cerita tentang orang kaya jahat yang menindas orang miskin, setelah Daud bereaksi dan membela si miskin yang tertindas, barulah Nabi Natan, memberi tahu bahwa Daudlah orang kaya jahat yang menindas orang miskin (dalam hal ini adalah Uria). Hasilnya? Daud menyesal dan bertobat. 2 Samuel 11-12.
4. Motivasi Yang Benar
Pastikan hati kita berada dalam kondisi motivasi yang benar ketika akan menyampaikan kritikan.
Jangan sampaikan kritikan dalam keadaan emosi dan amarah, karena yang akan sampai bukanlah kebenarannya, melainkan emosi dan amarah tersebut.
Jangan mengkritik karena iri hati.
Bagaimana kita bisa menyampaikan kritik dengan motivasi yang benar? Sebuah kritik adalah sebuah kritik, jika disertai oleh sebuah ulasan yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya, dan disampaikan dengan mempertimbangkan masak-masak poin 1, 2, 3, 4.
#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar