Jumat, 20 Maret 2020

TAKUT BUKAN PENGECUT, PEMBERANI JANGAN SEMBRONO.

Bedakan antara takut dan pengecut, berani dan sembrono.

Orang yang takut belum tentu pengecut.
Seorang pengecut sudah pasti seorang penakut.

Seorang Pemberani atau sembrono?
Seorang Pemberani belum pasti bertindak sembrono, seorang sembrono belum tentu seorang Pemberani, bisa-bisa dia adalah seorang pengecut.

Boleh memiliki rasa takut, tapi jangan jadi pengecut.

Boleh bertindak berani, namun jangan sembrono.

Menurut KBBI
Pengecut adalah seorang penakut atau seorang munafik.

Penakut adalah seorang yang mudah takut.

Sembrono memiliki 3 arti, yaitu:
1. kurang hati-hati; gegabah.

2. Kurang sopan; agak kurang pantas (perbuatannya); berjenaka (tapi kurang sopan); ceroboh.

3. secara sembarangan.

Memiliki rasa takut, tidak mesti menjadikan seseorang penakut.

Karena penakut atau pengecut akan dinilai berdasarkan pilihan yang dia pilih setelah rasa takut itu datang.

Sementara perbuatan sembrono lebih bersifat membabi buta, tanpa perhitungan dan bersifat lebih menghancurkan atau merusak.

Berkaitan dengan virus Covid-19, atau Corona ini, tidak boleh menjadi pengecut, sebaliknya jangan bertindak sembrono.

Penukaran virus Corona ini dari manusia ke manusia.

Jadi, kerumunan orang banyak berpotensi menjadi lokasi penularan.

Di manakah orang cenderung berkerumun?
Pasar, sekolah, konser musik, pertandingan olah raga dan rumah ibadah tentunya.

Tidak heran untuk memutus mata rantai penularan pemerintah melarang pertemuan-pertemuan yang melibatkan orang banyak, termasuk ibadah, yang disarankan untuk dilakukan di rumah-rumah.

Ini tidak ada urusannya dengan ujian iman, seolah para alim ulama yang menyetujui ibadah di rumah adalah seorang pengecut.

Ini masalah membantu pemerintah memerangi virus ini, dan masalah melindungi domba-domba dari tertular atau malah jadi penular virus Corona.

Apalagi ada banyak kejadian, baik di Korea atau di Eropa, penukaran rentan terjadi di ibadah agama.

Seorang kawan yang berdomisili di Belanda bercerita mengenai KKR yang akhirnya menjadi batu sandungan karena menjadi penyebab penularan virus Corona.

Jadilah berani, bertindaklah bijaksana, jangan sembrono.

#KiraKiraBegitu
#LeoImannuel

Kamis, 19 Maret 2020

GARA-GARA CORONA Bagian 2

BERANI ATAU SEMBRONO?
TAKUT ATAU PENGECUT?

By Leo Imannuel 

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya beranikan diri berdiskusi dengan para pemimpin gereja kami.

Apakah ibadah Mingguan sementara akan ditiadakan atau tetap dilanjutkan seperti biasa?

Hari Minggu sebelumnya saya sudah tawarkan kepada jemaat di ibadah Minggu kami, mau online atau ibadah seperti biasa, serentak jemaat memilih ibadah seperti biasa.

Namun, melihat perkembangan yang semakin kurang kondusif, dan memerhatikan anjuran pemerintah untuk sementara waktu jangan ibadah di rumah ibadah, akhirnya kami putuskan untuk meniadakan ibadah mingguan.

Saya sudah rekaman khotbah, yang akan saya taruh di YouTube, tinggal share link-nya ke jemaat.

Apakah saya takut?

Pasti ada unsur itu.

Takut saya dan jemaat saya tertular atau malah menjadi penular (carrier) COVID-19, alias Corona.

Di lain pihak, saya ingin ikut memerangi musuh bersama ini dengan cara memutus mata rantai penularan, yaitu dengan social (physically) distance.

Pada, sisi lain ada hamba-hamba Tuhan yang dengan gagah perkasa menolak ibadah di rumah, dan keukeuh tetap ibadah di gereja.

Karena gereja adalah rumah Tuhan, virus pasti tidak akan bisa masuk.

Ya, silakan saja berbuat demikian.

Buat saya yang memilih ibadah online dan mereka yang memutuskan tetap kebaktian di gereja, mohon perhatikan perbedaan kata ini:

Yang kita lakukan itu apakah sebuah keberanian atau kesembronoan? Sekedar takut atau pengecut?

Karena ada garis batas yang jelas antara berani dan sembrono.

Takut bukan berarti pengecut.

Menurut saya, Anda boleh berbeda, dalam situasi seperti sekarang ini tetap melakukan perkumpulan orang banyak adalah bentuk kesembronoan.

Bagi saya itu bukan tantangan atau ujian bagi iman saya.

Sebaliknya, juga bukan sebuah bentuk kepengecutan, jika saya memindahkan ibadah dari offline ke online.

Saya tidak menganggap iman saya kalah dengan melakukannya.

Ada ujian-ujian iman berat lainnya yang telah saya hadapi dan mungkin akan saya hadapi lagi dengan bentuk yang berbeda ke depan.

Namun, memindahkan ibadah bukanlah salah satunya.

Saya bukan pengecut, saya tidak lari dari medan pertempuran. 

Sebaliknya, saya sedang berada di barisan depan, di mana medan pertempuran yang paling sengit sedang terjadi.

Saya sedang memerangi COVID-19, dengan cara berusaha memutus mata rantai penularan, dengan mengajak jemaat untuk sementara waktu diam di rumah, sehingga penularan dari orang ke orang dapat terminimalisir.

Penawar virus ini belum diketemukan, sampai dia diketemukan mau berapa banyak makan korban?

Jadi, cukuplah! Stop!

Sementara waktu, hanya sementara, sedapat mungkin diamlah di rumah, jikalau tidak terpaksa jangan keluar rumah, kurangi pertemuan sosial, jangan share berita-berita yang tidak jelas juntrungannya, seringlah cuci tangan menggunakan air dan sabun, makanlah makanan denga gizi seimbang, olah raga rutin.

At least, itu yang bisa saya dan jemaat saya lakukan untuk mendukung pemerintah berperang terhadap Corona.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

GARA-GARA CORONA Bagian 1

GARA-GARA CORONA Bagian 1

By Leo Imannuel

TAKUT

Takut.

Kata itu sering diucapkan hari-hari belakangan ini.

Dikontraskan antara jangan takut dan takut alias tidak berani.

Terutama perbedaan pandangan di antara hamba-hamba Tuhan dan jemaat, berkaitan dengan sebagian pendeta yang memutuskan untuk mengubah sementara waktu ibadahnya dari di dalam gereja menjadi on line, akibat semakin merebaknya penularan virus COVID-19, atau virus Corona.

Sebagian pendeta dan jemaat menuduh pendeta-pendeta yang memindahkan ibadahnya tersebut tidak memiliki iman, karena bukankah Tuhan Yesus Maha Kuasa? Masak kalah sama Corona, seharusnya Corona yang takut masuk gereja.

Dari sudut pandang mereka kata 'takut' menjadi sesuatu yang hina.

Padahal, benarkah demikian?

Apakah rasa takut adalah sesuatu yang hina?

Bisakah seseorang hidup tanpa rasa takut?

Menurut saya, tidak ada seorangpun bisa hidup tanpa rasa takut.

Seperti yang sudah berkali-kali saya tulis dan sebut di dalam Khotbah saya, rasa takut adalah alarm alami di dalam jiwa, gunanya untuk memperingati kita bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi atau berpotensi akan terjadi.

Tujuannya agar kita semakin berhati-hati, berjaga-jaga dan berdoa, bukannya malah tinggal di dalam ketakutan.

Bayangkan, jika Anda punya anak tanpa rasa takut.

Dia berani melawan perintah Anda, dia berani nyebrang jalan tanpa lihat kanan dan kiri, berani melanggar hukum, melawan petugas, semata-mata hanya karena tidak memiliki rasa takut. Bahkan berani berbuat dosa karena tidak takut kepada Tuhan.

Bahaya kan?

Jadi, memandang hina orang yang memiliki rasa takut, adalah sebuah kesalahan besar yang konyol.

Jadi, benarkah kata 'jangan takut' berarti seseorang tidak boleh sama sekali memiliki rasa takut?

Tentu tidak demikian.

Salah satu manusia paling berani di dalam Alkitab adalah Daud.

Apakah Daud tidak memiliki rasa takut?

Bacalah Mazmur tulisannya, banyak ketakutan dan kecemasan di dalamnya.

Apakah Daud memiliki pengawal?
Untuk apa dia memiliki pengawal? Untuk apa Daud mengangkat triwira yang perkasa?

Kecuali untuk mengatasi rasa takutnya.

Rasa takut yang membuat orang berjaga-jaga, rasa takut yang membuat seseorang hidup sehat, berolah raga, menabung, dlsb.

Jadi, rasa takut bukanlah masalahnya, melainkan respon kita terhadap rasa takut tersebutlah yang menjadi masalah.

Nelson Mandela pernah berkata, keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan kemenangan atas rasa takut itu (courageous is not the absence of fear, but the triumph over it).

Apakah memindahkan ibadah gereja dari offline di gedung, menjadi online adalah wujud ketakutan?

Menurut saya bukan.

Saya juga meniadakan ibadah di aula gereja, ke rumah masing-masing jemaat.

Apakah saya takut?

Mungkin juga.

Saya takut terpapar virus Corona, dan lebih takut lagi semua jemaat saya tertular.

Oleh karenanya saya berusaha memerangi virus tersebut.

Salah satu cara paling ampuh yang orang awam seperti saya bisa lakukan adalah menaati pemerintah dalam hal social (physically) distance.

Gini, virus COVID-19, menular dari manusia ke manusia, berarti tempat yang paling banyak kerumunan manusia itu menjadi tempat yang berbahaya, nah, di manakah itu?

Konser musik, pasar, pertandingan olah raga, dan tentunya rumah ibadah.

Ketika saya dan banyak orang mengurung diri, maka sama saja saya memutus mata rantai penularan, yang olehnya mudah-mudahan mengurangi jumlah yang tertular.

Sampai di sini mengertikah Anda?

Pemerintah sudah menganjurkan untuk sementara waktu tidak beribadah di tempat ibadah, dengan alasan di atas itu, lalu kita sebagai anak negeri dengan pongahnya koppig tetap mengadakan ibadah.

Kira-kira hal demikian, membantu atau malah menyusahkan pemerintah?

Jadi, please deh, jangan buru-buru acungkan jari telunjuk menuduh kami ini sebagai penakut, tidak percaya kuasa Tuhan.

Helloooowwww.......

Sepertinya akan bersambung.......

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Minggu, 15 Maret 2020

REVIVAL

Ada satu tempat retreat di mana untuk pertama kalinya saya dan adik-adik rohani merasakan lawatan Tuhan secara nyata.

Sepulang dari sana kami sangat berapi-api. 

Bayangkan acara doa anak-anak muda tidak kurang dari 3 jam! Pun demikian dengan kebaktian youth, tidak kurang dari waktu itu. 

Tiap kali kami selalu mengalami Tuhan secara nyata. 

Dan setiap kami bernostalgia mengenai masa lalu, wisma retreat tersebut selalu di-refer sebagai tempat bersejarah.

Hingga suatu kali, kembali saya mengunjungi tempat tersebut.

Ada sedikit getaran dalam hati (goosebumps) ketika memasuki kompleksnya.

Namun, setelah masuk lebih dalam dan melihat-melihat sambil mengenang kejadian di masa lalu, saya tidak "mendapatkan" perasaan seperti dahulu, tidak ada hadirat Tuhan sekuat dahulu.

Hanya ada saya, termangu di dalam nostalgia masa lalu.

Mengapa demikian?

Di mana anak-anak muda yang dahulu menangis di dalam sensasi lawatan Tuhan? 

Di mana Tuhan?

Sederhana, anak-anak itu sudah melanjutkan hidup, mereka sudah lulus sekolah, bekerja bahkan menikah. 

Tuhan ada di mana? 

Tuhan sudah move on, saya belum. 

Tuhan melawat kami saat itu bukan supaya kami berkutat hanya di sana. 

Ada dunia luas dengan begitu banyak orang perlu dijangkau. 

Jangan bandingkan masa lalu dengan hari ini di mana kita berada.

Bahkan, jika bisa kembali ke masa lalu, sejaya apapun kita dikala itu, hal tersebut adalah sebuah bentuk kemunduran. 

Keinginan untuk kembali di masa lalu adalah sebuah tanda ketidakpuasan akan masa kini. 

Masa lalu sudah lewat, sudah selesai, Tuhan juga sudah selesai dengan masa lalu kita. 

Lalu mengapa kita tidak melakukan yang sama? 

Jangan hidup di masa lalu, jadikan masa lalu sebuah pembelajaran untuk membangun hari ini, demi masa depan lebih baik. 

Boleh membangun monumen, namun jangan pernah tinggal di sana, apalagi terikat tak bisa bergerak darinya. 

Kita hidup di hari ini, Tuhan ada di masa kini, bekerja sama dengan kita untuk membangun masa depan. 

#KiraKiraBegitu 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

#TheEncounter 

#LeoImannuel

FREE WILL

Free will atau kehendak bebas adalah hal terbaik yang Tuhan anugerahkan kepada manusia dari awalnya.

Dengan kehendak bebas manusia memiliki intelektualitas untuk dapat berpikir, mempertimbangkan, mengembangkan, mempunyai rasa seni, selera, dapat memilih dan mengembangkan segala potensi yang ada di bumi ini, dan lain sebagainya.

Kehendak bebas membuat manusia menjadi spesies dominan di bumi ini, menjadi berbeda dari binatang.

Kehendak bebas juga yang menjadikan manusia jatuh di dalam dosa dan segala kejahatan. 

Tuhan meminta manusia memberikan yang terbaik yang dia miliki, yakni kehendak bebasnya.

Tuhan meminta kita untuk mengasihi-Nya dengan cara menundukkan seluruh kehendak bebas kita kepada kehendak-Nya yang sempurna.

Itulah ketaatan.

Ketaatan adalah sebuah kata yang kita gunakan untuk menggambarkan ketika seseorang menyerahkan seluruh hal yang dihasilkan oleh kehendak bebasnya, apakah itu keinginan, mimpi dan cita-cita, dan lain sebagainya.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

#TheEncounter

#LeoImannuel

BANGKITLAH dan MENJADI TERANG

Yesaya 60:1

TB LAI 
"Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu." 

NIV
“Arise, shine, for your light has come, and the glory of the Lord rises upon you."

THE MESSAGE
“Get out of bed, Jerusalem! Wake up. Put your face in the sunlight. God ’s bright glory has risen for you."

AMPLIFIED
“Arise [from spiritual depression to a new life], shine [be radiant with the glory and brilliance of the Lord ]; for your light has come, And the glory and brilliance of the Lord has risen upon you."
(“Bangkitlah [dari depresi spiritual ke kehidupan baru], bersinar [bersinarlah dengan kemuliaan dan kecemerlangan Tuhan];  karena terangmu telah datang, Dan kemuliaan dan kecemerlangan Tuhan telah naik atasmu.)

Kata bangkit diterjemahkan dari kata Ibrani qûm yang memang dapat diterjemahkan dengan kata 'bangkit' yang berkonotasi tadinya duduk, bukan duduk santai, melainkan duduk terjerembab, letih dan lesu, takut, cemas, dan berbagai kenegatifan lainnya.

Bangkit! Jadi jawaban, menyatakan diri, bertanggung jawab.

Kenapa harus bangkit?

Kata bangkitlah ditujukan bukan kepada setiap orang, melainkan kepada anak-anak Tuhan.

Jangan ikut-ikutan takut, bangkit, jadilah terang, bangkit dan ambil tanggung jawab, bangkitlah dan jadi jawaban.

Kamu harus bangkit, karena tanggungjawabmu untuk menjadi terang bagi sesama, inilah waktunya kamu menjadi jawaban, waktunya bersinar.

Menjadi terang, karena ada kegelapan yang berkuasa, menakutkan semua orang.

Adalah wajar menjadi takut, cemas, lemas dan terduduk lemah dan lunglai, seperti semua orang lainnya.

Namun, Anda bukan semua orang lainnya, Anda berbeda, Anda adalah anak-anak terang, anak-anak Tuhan, orang-orang yang memiliki pengharapan di dalam Tuhan yang hidup dan berkuasa.

Terang bersinar paling cemerlang di tengah-tengah kegelapan.

Terang Tuhan telah datang, bangkitlah, jadilah terang bagi sesama.

Menjadi terang berarti menjadi berkat bagi sesama, maksudnya memiliki hidup yang bermanfaat bagi sesama.

Pada masa-masa sulit, bangkitlah, tunjukkan keberanian diri, ketenangan yang lahir dari kedalaman hubungan dengan Tuhan dan Juru Selamat.

Berbagilah, bermurah hatilah, berdoalah, bagi sesama.

Ini kesempatan untuk bersinar terang.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
#AllAboutJesus

BUAH YANG BAGUS dan YANG TAMPAK BAGUS

"Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka."

Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik.

Buah yang baik adalah akibat dari pohon yang baik, begitu pula sebaliknya, buah yang jelek adalah akibat dari pohon yang jelek.

Namun, bagaimana seandainya buah yang baik tidak dihasilkan secara alami?

Masa kini, buah-buah yang beredar di pasaran dibuat agar terlihat baik alias segar dan terasa manis, padahal itu semua hasil dari zat-zat aditif, lilin yang membungkus buah agar terlihat segar dan mengkilap misalnya, atau cairan gula yang disuntikkan ke dalam buah agar terasa manis, bahkan ditambahkan zat pewarna. 

Dari sini saya percaya kita akan setuju bahwa proses menjadikan buah yang siap di pasaran jauh lebih penting daripada kualitas sekilas buah tersebut. 

Jika dikaitkan dengan kehidupan atau pelayanan, akan terlihat ambigu jika hanya secara sekilas melihat buah kehidupan atau pelayanan seseorang, tanpa perlu merasa repot melihat bagaimana proses buah tersebut dihasilkan.

Bicara buah pelayanan atau buah kehidupan tentu kita akan melihat kepada prestasi, apakah perusahaan yang dibangun, karir, gereja besar dengan jemaat yang berlimpah, jadwal khotbah yang padat, dlsb.

Banyak kita akan terkagum-kagum melihat berbagai prestasi tersebut, tanpa perlu melihat bagaimana semua itu diraih.

Bagaimana seandainya proses meraih prestasi itu dilakukan dengan cara yang tidak baik, mengorbankan orang lain, bahkan melanggar hukum. 

Fokus pada buah dan bukan proses ini telah berjasa memudarkan idealisme kasih mula-mula banyak orang.

Yang dahulu setia dan tulus, sekarang mengejar nama dan uang.

Yang dahulu setia di dalam proses, kini lebih suka sesuatu yang instan.

Yang dahulu fokus terhadap jiwa-jiwa, zaman now fokus terhadap keuntungan diri.

Kebanggannya adalah buah jadi dan bukan proses, terlihat dari pamer pelayannya di berbagai platform media.

Bagaimana jika kebanggaan dirubah ke hal-hal yang berbeda dan tidak populer, seperti dahulu mudah marah bahkan terhadap hal-hal kecil, setelah setahun melatih diri sekarang lebih sabar, di verifikasi oleh orang-orang dekat.

Dahulu perhitungan, sekarang bisa berbagi bahkan ketika keadaan pas-pasan.

Dan masih banyak yang lainnya.

Yah, hal-hal kecillah yang tidak layak untuk diposting di sosmed. 

Intinya sih, meski penting, namun PROSES UNTUK MENGHASILKAN BUAH JAUH LEBIH PENTING DARIPADA BUAH YANG TERDISPLAY.

#KiraKiraBegitu 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#PursuingGodsHeart

Jumat, 06 Maret 2020

GEREJA YANG SEMPURNA, ADAKAH?

PERJALANAN MENCARI GEREJA YANG SEMPURNA. 

By Leo Imannuel

"Ah, gembalanya payah, gak punya visi!"

"Ah, khotbahnya bikin ngantuk!"

"Anak-anak gereja sini gak keren!"

"Ah, praise and worship-nya jelek!"

"Jemaat sini mengecewakan!" 

"Gereja itu seharusnya bla..bla..bla..

Pernah mendengar kalimat-kalimat demikian? Atau malah mengucapkannya?

Setelah itu dimulailah perjalanan cek gereja sebelah, dan sebelahnya, lalu sebelahnya, sampai akhirnya lelah sendiri, kepahitan, jelek-jelekin gereja, mengeneralisir setiap gereja dan hamba Tuhan secara sepihak, jelek, mata duitan, hamba uang, pro orang kaya, dll.

Bagaimana jika saya katakan TIDAK ADA GEREJA YANG SEMPURNA!

Karena gereja dikelola oleh manusia-manusia yang belum sempurna dan dikunjungi oleh orang-orang yang tidak sempurna.

Nah, bagaimana mau sempurna, wong pengelolanya saja belum sempurna?

Bagaimana bisa yang belum sempurna menyuguhkan yang sempurna?

Nah, pengunjung gereja, baik yang hendak beribadah maupun yang mencari kesempurnaan juga orang-orang yang belum sempurna. 

Lalu bagaimana mungkin dapat menemukan kesempurnaan sementara mencarinya dengan kaca mata ketidaksempurnaannya?

Bahkan, Tuhan yang sempurnapun jadi tidak sempurna kelihatannya.

Loh koq bisa?

Buktikan?!

Gampang saja, 

Berapa sering kita komplain ke Tuhan manakala rencana kita berbeda dengan rencana-Nya?

Minta naik, malah turun.

Minta berkat malah sepertinya rugi besar.

Minta sembuh malah meninggal.

Minta nikah malah diselingkuhi.

Hayooooo.... Siapa yang pernah kecewa sama Tuhan?

Kekecewaan kita itu sebenarnya adalah perwujudan komplain dari ketidaksempurnaan kita terhadap rencana yang sempurna dari Allah yang Maha Sempurna.

Jadi perjalanan mencari gereja yang sempurna adalah sebuah kesia-siaan.

Batalkan saja niat itu.

Sepanjang pengetahuan saya, gereja yang sempurna itu adalah:

1. Gereja di mana kita tidak ada di dalamnya.

Gara-gara kita hadir gereja yang sempurna itu jadi tidak sempurna lagi.

2. Gereja yang sempurna itu adalah gereja di mana kita tutup mata dan tutup mulut akan ketidaksempurnaannya.

Dengan lain kata, kita memaklumi ketidaksempurnaannya.

3. Gereja yang sempurna itu, gereja di mana kita hanya jadi pengunjung saja.

Tidak terlibat di dalam dapur pelayanannya, sehingga tidak mengetahui bagaimana proses dari tidak ada sampai jadi ada produk berupa pelayanan.

Datang, nikmati ibadah lalu pulang.

4. Gereja yang sempurna itu ada sampai kita menyadari bahwa itu hanya ilusi yang ditimbulkan akibat ketidaksempurnaan diri sendiri. 

Makna gereja itu adalah kumpulan orang-orang yang berseru kepada Tuhan, atau yang kedua gereja itu adalah diri kita sendiri. 

Jadi ketika ada gereja yang dirasa kurang sempurna, berhentilah bertanya salah pendeta atau pengurus gereja di mana? 

Mulailah bertanya, andil saya di mana sehingga jurang sempurna dan ketidaksempurnaan ini menjadi semakin lebar saja. 

5. Gereja yang sempurna (paling tidak, kita berhenti komplain) akhirnya tercipta ketika ada kesadaran bahwa kita semua hanyalah makhluk tidak sempurna yang sedang berjuang menjadi sempurna. 

Jadi terimalah dengan lapang dada gereja di mana kamu terpanggil untuk beribadah di dalamnya.

CATATAN:

Tulisan ini BUKAN sebagai sebuah pembenaran bagi makhluk-makhluk durjana yang memang menjadi parasit berbahaya bagi gereja Tuhan. 

Anda orang jahat dan sedang berbuat jahat dengan mencari keuntungan pribadi di dalam gereja, meski dengan mengorbankan orang lain.

Sudah jangan berlagak pilon, Andalah orangnya yang semakin melebarkan jurang antara kesempurnaan dengan ketidaksempurnaan.JLI.

#KiraKiraBegitu.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#PursuingGodsHeart