Kamis, 19 Maret 2020

GARA-GARA CORONA Bagian 1

GARA-GARA CORONA Bagian 1

By Leo Imannuel

TAKUT

Takut.

Kata itu sering diucapkan hari-hari belakangan ini.

Dikontraskan antara jangan takut dan takut alias tidak berani.

Terutama perbedaan pandangan di antara hamba-hamba Tuhan dan jemaat, berkaitan dengan sebagian pendeta yang memutuskan untuk mengubah sementara waktu ibadahnya dari di dalam gereja menjadi on line, akibat semakin merebaknya penularan virus COVID-19, atau virus Corona.

Sebagian pendeta dan jemaat menuduh pendeta-pendeta yang memindahkan ibadahnya tersebut tidak memiliki iman, karena bukankah Tuhan Yesus Maha Kuasa? Masak kalah sama Corona, seharusnya Corona yang takut masuk gereja.

Dari sudut pandang mereka kata 'takut' menjadi sesuatu yang hina.

Padahal, benarkah demikian?

Apakah rasa takut adalah sesuatu yang hina?

Bisakah seseorang hidup tanpa rasa takut?

Menurut saya, tidak ada seorangpun bisa hidup tanpa rasa takut.

Seperti yang sudah berkali-kali saya tulis dan sebut di dalam Khotbah saya, rasa takut adalah alarm alami di dalam jiwa, gunanya untuk memperingati kita bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi atau berpotensi akan terjadi.

Tujuannya agar kita semakin berhati-hati, berjaga-jaga dan berdoa, bukannya malah tinggal di dalam ketakutan.

Bayangkan, jika Anda punya anak tanpa rasa takut.

Dia berani melawan perintah Anda, dia berani nyebrang jalan tanpa lihat kanan dan kiri, berani melanggar hukum, melawan petugas, semata-mata hanya karena tidak memiliki rasa takut. Bahkan berani berbuat dosa karena tidak takut kepada Tuhan.

Bahaya kan?

Jadi, memandang hina orang yang memiliki rasa takut, adalah sebuah kesalahan besar yang konyol.

Jadi, benarkah kata 'jangan takut' berarti seseorang tidak boleh sama sekali memiliki rasa takut?

Tentu tidak demikian.

Salah satu manusia paling berani di dalam Alkitab adalah Daud.

Apakah Daud tidak memiliki rasa takut?

Bacalah Mazmur tulisannya, banyak ketakutan dan kecemasan di dalamnya.

Apakah Daud memiliki pengawal?
Untuk apa dia memiliki pengawal? Untuk apa Daud mengangkat triwira yang perkasa?

Kecuali untuk mengatasi rasa takutnya.

Rasa takut yang membuat orang berjaga-jaga, rasa takut yang membuat seseorang hidup sehat, berolah raga, menabung, dlsb.

Jadi, rasa takut bukanlah masalahnya, melainkan respon kita terhadap rasa takut tersebutlah yang menjadi masalah.

Nelson Mandela pernah berkata, keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan kemenangan atas rasa takut itu (courageous is not the absence of fear, but the triumph over it).

Apakah memindahkan ibadah gereja dari offline di gedung, menjadi online adalah wujud ketakutan?

Menurut saya bukan.

Saya juga meniadakan ibadah di aula gereja, ke rumah masing-masing jemaat.

Apakah saya takut?

Mungkin juga.

Saya takut terpapar virus Corona, dan lebih takut lagi semua jemaat saya tertular.

Oleh karenanya saya berusaha memerangi virus tersebut.

Salah satu cara paling ampuh yang orang awam seperti saya bisa lakukan adalah menaati pemerintah dalam hal social (physically) distance.

Gini, virus COVID-19, menular dari manusia ke manusia, berarti tempat yang paling banyak kerumunan manusia itu menjadi tempat yang berbahaya, nah, di manakah itu?

Konser musik, pasar, pertandingan olah raga, dan tentunya rumah ibadah.

Ketika saya dan banyak orang mengurung diri, maka sama saja saya memutus mata rantai penularan, yang olehnya mudah-mudahan mengurangi jumlah yang tertular.

Sampai di sini mengertikah Anda?

Pemerintah sudah menganjurkan untuk sementara waktu tidak beribadah di tempat ibadah, dengan alasan di atas itu, lalu kita sebagai anak negeri dengan pongahnya koppig tetap mengadakan ibadah.

Kira-kira hal demikian, membantu atau malah menyusahkan pemerintah?

Jadi, please deh, jangan buru-buru acungkan jari telunjuk menuduh kami ini sebagai penakut, tidak percaya kuasa Tuhan.

Helloooowwww.......

Sepertinya akan bersambung.......

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

1 komentar: