Sebagai manusia dan juga pelayan Tuhan, salah satu kesulitan tertinggi saya adalah JUJUR.
Jujur terhadap Tuhan.
Jujur terhadap diri sendiri.
Jujur terhadap orang lain.
Sebenarnya saya bukan tidak bisa jujur, hanya takut untuk jujur.
Takut di ujung kejujuran, saya akan menemukan hal-hal yang tidak saya inginkan.
Ngeri membayangkan setelah jujur saya akan mendapati sebuah kebenaran dan kebenaran itu bertolak belakang dengan apa yang saya percaya dan lakukan, terlebih lagi kebenaran itu menuntut konsekuensi sebuah perubahan gaya hidup yang pastinya akan merusak kenyamanan yang sudah menjadi keseharian.
Seperti misalnya, kenapa ya saya berkhotbah? Kenapa ya dikenal dan diundang khotbah di gereja lain itu penting?
Jawaban sederhananya, ya karena mengasihi Tuhan dan saya harus memberitakan firman Tuhan?
Namun, benarkah demikian?
Jangan-jangan motivasi sebenarnya tersembunyi atau sengaja saya sembunyikan jauh di lubuk hati, ditekan di bawah suara bathin agar menjadi bisu selamanya.
Karena, jikalau tugas saya sebagai orang percaya adalah berkhotbah, lalu mengapa harus berkhotbah di tempat-tempat tertentu, mengejar jadwal khotbah bak supir metro mini mengejar setoran?
Bukankah berkhotbah bisa di mana saja dan kapan saja, tanpa perlu memusingkan padatnya jadwal, sampai harus mengorbankan integritas dan kehormatan diri dengan tanpa malu meminta jadwal khotbah?
Jangan-jangan motivasi sebenarnya adalah uang?
Bagaimana jika itu adalah hasil dari kejujuran saya?
Bukankah saya perlu meninjau ulang bangunan pelayanan saya?
Merekontruksinya, mungkin lebih mudah, bagaimana jika harus merubuhkannya, bahkan mencabut sampai ke akarnya, lalu membangun bangunan baru dengan pondasi baru?
Alangkah merepotkannya!
Betapa besar pengorbanan yang akan saya buat.
Ngeri kan?
Makanya saya takut untuk jujur.
Kalo mau jujur, banyak orang sama seperti saya.
Namun, saya menyadari bahwa saya perlu jujur mempertanyakan segala hal di dalam hidup ini.
Meragukan motivasi yang saya percaya, dan memberanikan diri untuk menguji segalanya, sehingga semua kepalsuan dapat disingkapkan dan kemudian disingkirkan, agar dapat berdiri dan melayani di hadapan Tuhan dan sesama dengan semua originalitas.
Tuhan dan sesama menyukai originalitas.
Tuhan dan sesama membenci kepalsuan.
Siapa sih yang suka kasih palsu, motivasi palsu, kebaikan palsu, hubungan palsu, pelayanan palsu, suami palsu, istri palsu, pendeta palsu, khotbah palsu?
Saya yakin tidak ada seorangpun yang suka.
Saya perlu menjadi jujur, agar dapat mempersembahkan sesuatu yang original, asli, jujur, apa adanya, tanpa ada motivasi keliru.
Jujur dengan diri sendiri, jujur dengan Tuhan dan akhirnya jujur terhadap sesama. JLI
#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar