Sabtu, 24 September 2022

MUSUH DALAM SELIMUT

Musuh yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berwajah seram, berdiri di depan jalan menantang, melainkan mereka yang berwajah polos dengan senyum manis dan kadang memberikan tepukan bahu bak seorang saudara.

Merekalah yang tega membunuh secara diam-diam. 

Pengkhianatan mereka lebih menyakitkan daripada sayatan pedang dan lebih mematikan dari sebilah belati.

Mereka bak pembunuh berdarah dingin, dengan tega menjalin hubungan baik kemudian menunggu ketika tidak ada lagi keuntungan didapat atau ada kesempatan barulah secara pengecut mereka menebarkan racunnya. 

Seseorang yang secara terang-terangan mengaku musuh lebih terhormat daripada mereka.

Mereka terlalu pengecut untuk terang-terangan mengaku musuh. 

Daud pernah mengalami hal demikian. 

Musuh yang paling berbahaya baginya bukanlah Goliat, melainkan orang dekatnya, dalam hal ini adalah Ahitofel, penasihatnya dan Absalom anak kesayangannya (2Sam. 15-17).

Kegusaran dan kegundahan akibat pengkhianatan mereka dituliskannya dalam Mazmur 55:12-13
(13) Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia.
(14) Tetapi engkau orang yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku:

Yang menarik untuk dipelajari ialah bagaimana respon Daud menghadapi plot keji demikian, di ayat 17 dia menulis "Tetapi aku berseru kepada Allah, dan TUHAN akan menyelamatkan aku."

Daud berpaling kepada Allah untuk berkeluh kesah dan memohon pertolongan-Nya. 

Kita tahu bagaimana akhir kisah ini, pada akhirnya Daud kembali merebut Yerusalem. Tuhan akhirnya membela hamba-Nya. 

Apa yang kita lakukan ketika dikhianati? Marah? Ngomel? Kecewa? Daud mengalami itu semua, namun kemudian Dia bermazmur. 

Bermazmurlah dalam doamu kepada Tuhan, mohonkan perlindungan dan pembelaan-Nya, terutama ketika Anda tidak bisa membela diri. 

Tuhan akan berperang ganti dirimu. 

Tetap mengasihi dan mengampuni siapapun yang telah berbuat salah kepada dirimu, karena itu tugasmu, serahkan yang lain kepada Tuhan.

Lanjutkan hidup, terus fokus berkarya, jangan ingat-ingat, mereka tidak layak menghabiskan waktumu. 

Move on and carry on. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 22 September 2022

KAMU AKAN MELAKUKAN PERKARA-PERKARA BESAR

Bagaimana seandainya kalimat di atas diucapkan oleh seorang hamba Tuhan dengan gaya khas, seperti nubuatan di sebuah KKR lapangan?

Apa yang ada di benak Anda?

Seperti apa kira-kira Anda dan ribuan orang lainnya akan mengartikan kalimat di atas?

Di benak Anda apa artinya melakukan perkara-perkara besar?

Apakah sama seperti si hamba Tuhan itu, Anda akan memimpin KKR besar di lapangan luas yang dihadiri ribuan orang?

Apakah "perkara-perkara besar" itu berarti besar, raksasa atau mega, yang menjadi buah bibir masyarakat, diliput oleh media?

Sejujurnya berapa sih hamba Tuhan yang mampu melakukan hal-hal yang demikian? 

Atau jangan-jangan 'perkara-perkara besar' itu mempunyai makna yang berbeda, ukuran yang berbeda daripada yang kita pikiran?

Tuhan Yesus memiliki penilaian berbeda mengenai kata 'besar' atau 'lebih banyak' sebaimana yang tersirat di dalam Injil Markus 12:42-43
(42) "Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit."
(43) "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan."

Bagi Tuhan, 'lebih banyak' bukan masalah jumlah melainkan masalah hati.

Jangan-jangan melakukan 'perkara-perkara besar' itu tidaklah selalu berarti memiliki gedung gereja lebih besar, dengan jemaat lebih banyak, KKR-KKR besar di lapangan lebih besar dengan berbagai mukjizat lebih spektakuler, jadi pembicara di seminar-seminar lebih besar, dan segalanya yang 'lebih'? 

Apakah melakukan 'perkara-perkara besar' itu selalu berdampak positif?

Apa ukuran bahwa sebuah perkara itu perkara besar atau kecil?

Yang jauh lebih penting siapa yang menentukan ukurannya?

Si penentu standar itu akan menentukan seperti apakah yang termasuk kategori 'perkara-perkara besar' itu. 

Di dalam Matius 25:31-46, Tuhan membeberkan apakah perkara yang termasuk 'perkara-perkara besar' tersebut, antara lain, memberi makan orang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi tumpangan, memberi pakaian kepada yang tak berpakaian, membesuk yang sedang sakit, mengunjungi yang di dalam penjara.

Senada dengan itu, Rasul Yakobus menandaskan di dalam suratnya di pasal 1 ayatnya yang ke 27, 
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia."

Jadi, saya simpulkan bahwa 'perkara-perkara besar' itu adalah segala sesuatu yang kita lakukan di dalam kasih Tuhan bagi sesama, tentunya dengan menyampingkan keegoisan ambisi pribadi dan golongan. 

Tujuannya agar orang-orang diberkati dengan menerima kasih Tuhan, dengan resiko nama sendiri tidak disebut. 

Dengan demikian tentunya Anda yang melayani jemaat kecil namun dengan motivasi yang benar, murni dan tulus, belum tentu kalah 'besar' dengan mereka yang memiliki jemaat lebih banyak dengan gedung Gereja lebih megah. 

Anda yang setia melayani di bidang-bidang yang terluput dari sorotan spotlight, di mata Sang Juri Agung belum tentu kalah mentereng dibandingkan mereka yang selalu tersorot dan banjir puja dan puji dari manusia.

Sangat bisa bahwa 'perkara-perkara besar' itu adalah Anda menolak untung besar hanya karena itu menjadikan integritas sebagai anak Tuhan sebagai maharnya, atau dalam kasus lain naik jabatan dengan menyangkali Kristus, atau bisa jadi berarti Anda yang memilih taat kepada perintah Tuhan untuk membangun manusia daripada ada di panggung. 

Jadi, setialah terhadap apa yang Tuhan percayakan kepada Anda, sambil terus menerus waspada dalam menjaga kemurnian dan ketulusan nurani dalam melakukannya, karena disitulah Dia menilai apakah yang Anda lakukan termasuk ke dalam 'perkara-perkara besar' ataukah hanya remeh temeh recehan belaka.

Selamat Melayani. JLI.

#LeoImannuel

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Sabtu, 17 September 2022

AYO SALING KERJA SAMA

Kesalahan umum dan sebetulnya fatal dari sebuah kegerakan/gereja (orang-orang di dalamnya) adalah membandingkan pelayanannya/kegerakannya dengan pelayanan/kegerakan lain dengan nada negatif.

Kita menganggap pelayanan/kegerakan lain salah, milik kitalah yang paling benar dan efektif.

Diam-diam (biasanya tanpa rasa bersalah -- jika mau jujur adalah sebuah bentuk kesombongan) kita mempergunjingkan pelayanan/kegerakan (orang-orang di dalamnya).

Padahal ini sama saja seperti telinga menghina mulut karena hanya bisa berbicara. Tangan menghina mata, karena hanya bisa melihat tapi tidak bisa melakukan.

Tidak heran, pelayanan/kegerakan meski kelihatan bagus, namun sebenarnya jalan di tempat. 

Tidak ada transformasi, masyarakat tidak berubah, angka kejahatan tidak turun, dll

Kita tidak pernah dipanggil untuk menghakimi, kita dipanggil untuk melakukan yang ditugaskan sebaik yang bisa kita lakukan.

Jika ada kekurangan dari pelayanan/kegerakan lain, dengan kasih Tuhan, tugas kita adalah melengkapi kekurangan mereka, dengan tulus hati dan tidak memandang rendah, dan pada gilirannya ganti mereka yang memperlengkapi kita.

Semoga kita cukup rendah hati mau, bahkan meminta untuk diperlengkapi oleh kegerakan/pelayanan (orang-orang di dalamnya)

Stop merasa diri paling benar, paling hebat, paling mampu.

Kita sedang melayani TUHAN, bukan diri sendiri.

Alih-alih mengacungkan "hanya" jari telunjuk, acungkan semua jari dan mulailah membantu dan melengkapi kekurangan pelayanan/kegerakan lain.

Keep Winning By Staying Humble!!! JLI

@Leo_Imannuel
@AOCJakarta

Selasa, 13 September 2022

JANGAN ANGGAP REMEH DOSA

Beberapa orang yang telah terpapar oleh teologi hyper grace, entah sadar atau tidak telah meremehkan dosa.

Jika dosa itu remeh, maka Yesus tidak perlu mati di kayu salib, bukan?

Korban Kristus di kayu salib memang obat paling mujarab terhadap dosa, namun jadi murahan karena seolah karenanya kita bisa sangat permisif terhadap dosa.

Alih-alih murahan, sebenarnya korban Kristus di Golgotha telah menaikkan standar keselamatan.

Pertama, keselamatan hanya melalui Dia saja.

Mengapa bisa?

Karena hanya Dia yang cukup layak membayar hutang dosa dunia dan karena Dia telah melakukannya.

Kedua, masa anugerah di dalam Tuhan Yesus, hendaknya janganlah dipandang secara murahan dengan cara menganggap masa di mana segala perbuatan dosa bisa diampuni.

Sebaliknya, masa anugerah adalah sebuah kesempatan kedua yang diberikan kepada manusia yang telah gagal dan jatuh ke dalam dosa, bahkan hidup di dalamnya, untuk sekali lagi berjuang untuk hidup benar di hadapan Allah yang kelak akan menghakiki manusia.

Pada masa anugerah ini, seseorang yang berbuat dosa tidak lagi dapat berkilah, karena Tuhan telah memberikan kesempatan kedua dan kemudian disita-sialan dengan hidup seenaknya.

Jadi kesimpulannya, karena Yesus adalah mulia, maka korban-Nya di kayu salib bukankah barang murahan, artinya dosa juga bukan barang remeh yang dapat diremehkan keberadaannya, sehingga seharusnya kita tidak menganggap remeh dosa. 

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#PursuingGodsHeart #inspiration #like4likes #quotestoliveby #likeforlikes #likeforfollow #inspirasikristen #renungankristen #inspirasi #quotestoliveby #renungan #instagram #insta #god #godbless #godblessyou #instagood #tuhanyesusmemberkati

Senin, 12 September 2022

KEEP CALM GOD IS IN CONTROL Bagian Ke-2

Kecemasan dan ketidaktenangan terjadi karena ketidakpercayaan kepada Tuhan yang akan menimbulkan iman yang negatif, lalu terjadilah menurut imanmu, sebagaimana yang dialami oleh Ayub, seperti tertulis di 3:25-26 
(25) Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. 
(26) Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." 

Perasaan takut dan cemas lebih membunuh daripada alasan kepada apa dan kenapa seseorang takut dan cemas. 

Sebenarnya takut dan cemas adalah alarm alami yang Tuhan letakkan di dalam diri, tujuannya agar kita sadar dan berdoa dan berjaga-jaga, bukannya malah tinggal di dalam kecemasan dan ketakutan yang berlebih. 

Seberapa damai sejahteranya kita, menjadi tolak ukur seberapa percayanya kita kepada Tuhan. 

Iman yang kokoh kepada Tuhan menjadikan diri tenang meski keadaan menggelisahkan, semata-mata karena pada Tuhan, dan hanya di dalam-Nya kita melihat harapan. 

"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6

Kunci untuk senantiasa tenang adalah dekat dengan Tuhan, intim dengan-Nya. 
(2) Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. 
(3) Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Mazmur 62:2-3 

Dekat bagaimana dan intim bagaimana?

"Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan." Ulangan 30:14

Tuhan Yesus adalah Firman Tuhan (Yohanes 1:14), jadi mustahil orang bisa intim dengan Tuhan tanpa membaca, merenungkan dan kemudian melakukannya.

Bicara mulut adalah perkataan yang baik, dan hati bicara mengenai niat.

"....... Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." Matius 12:34b

Membaca dan merenungkan firman Tuhan berarti memenuhi gudang hati dan pikiran dengan segala kebaikan, sehingga perkataan yang keluar dari mulut adalah firman.

Sebagaimana yang Tuhan nesihatkan kepada Yosua,

"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." Yosua 1:8. 

Salah satu penyebab kegagalan bangsa Israel di padang gurun adalah bersungut-sungut. 

Berawas-awaslah, karena perkataanmu bisa membentuk realitasmu. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#TheEncounter

#LeoImannuel

KEEP CALM GOD IS IN CONTROL Bagian Ke-1

"Pa, ini gimana? Kalo pintu mobil dibuka alarm-nya bunyi terus!" 

Terdengar suara istri saya yang panik di ujung telepon. 

Setiap Kamis pagi memang kami pisah jalan, istri dan putri bungsu kami langsung ke sekolah, sementara saya mengantar putra sulung kami ke lapangan futsal. 

Segera saya coba menenangkannya.

Alarm mobil yang berbunyi biasanya karena ada pintu yang kurang rapat tertutup atau korsleting, yang mana sangat jarang terjadi. 

Dengan tenang, saya meminta istri keluar dari dalam mobil, karena lebih baik berada di luar mobil ketika alarm berbunyi daripada berada di dalamnya.

Benar saja, dari telepon saya mendengar alarm mobil meraung keras, segera saya menuntun istri via telepon untuk menekan tombol buka pada remote, terdengar suara beep dua kali tanda kunci terbuka dan alarm berhenti, lalu saya memintanya untuk menekan tombol untuk mengunci, biasanya hanya akan terdengar bunyi beep sekali yang menandakan pintu mobil terkunci, namun kali ini berbunyi beberapa kali, segera saya mengetahui pasti ada pintu mobil yang kurang rapat tertutup, mungkin karena putri kami agak kurang keras menutup pintu ketika dia turun dari mobil. 

Kemudian saya meminta istri untuk membuka dan kemudian menutup kembali setiap pintu di mobil kami. 

Setelah melakukannya, saya minta beliau kembali menekan tombol tutup, lalu terdengar bunyi beep sekali dan alarm tidak berbunyi lagi.

Sebenarnya apa yang saya minta istri lakukan adalah perkara simpel dan seharusnya beliau bisa mengatasinya, namun perasaan panik sudah mengendalikan cara berpikirnya dan semakin menjauhkannya dari solusi yang sebenarnya sangat mudah dan simpel. 

Kebenarannya adalah alarm akan terpicu ketika pintu mobil dibuka paksa tanpa melalui tombolnya, atau dalam hal ini adalah ada pintu yang kurang rapat tertutup. 

Namun, panik sudah membuatnya lupa akan prinsip simpel tersebut.

Panik dan gelisah yang berlebihan tidak pernah akan membawa kebaikan bagi diri sendiri, malah sebaliknya akan menjauhkan kita dari Tuhan. 

Oleh karenanya pemazmur memerintahkan jiwanya agar tenang sambil mengingatkan bahwa Tuhan telah, bukan akan, tapi telah berbuat baik. 

"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7 

Dari ayat ini dapat kita simpulkan bahwa keadaan pemazmur sedang tidak baik dan mulai meragukan Tuhan, namun kesadaran imannya bangkit lalu dia berkata "jiwaku, tenang! Tuhan telah berbuat baik!" 

"Jangan ragukan kebaikan Tuhan, ayo hitung-hitung kebaikan-Nya."

Ayo, perintahkan jiwa kita untuk tenang, dan mulailah mengingat semua kebaikan-Nya di dalam hidup ini dan syukurilah. 

Jikalau Dia tidak pernah meninggalkan kita di hari-hari yang lalu, masakan Dia akan melakukannya sekarang?

Tentu tidak! 

Kesetian-Nya tidak akan mengizinkannya. 

#JadilahTenang

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

#TheEncounter 

#LeoImannuel

Jumat, 09 September 2022

KEINTIMAN Bagian Ke-4

1 Korintus 13:1-3
(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
(2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
(3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.

Di dalam kekristenan perasaan cinta kepada Tuhan ini maha penting karena dia yang menjadi dasar seluruh kehidupan kristen.

Tengoklah apa yang secara ekstrim disimpulkan oleh Rasul Paulus pada ayat 3 di atas, 
"Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku." 

Di ayat 1 dan 2, Paulus juga menyebutkan semua pelayanan Kristen bahkan pembuktian iman yang paling hebat sekalipun, tanpa kasih semua sia-sia. 

Cinta kepada Tuhan ini akan melahirkan cinta kasih kepada sesama.

Mustahil orang yang mengasihi Tuhan dan hatinya penuh dengan. kasih Tuhan, lalu masih membenci sesama.

Kasih kepada Tuhan akan melahirkan kehidupan religius antara seseorang dengan Tuhan, ini sifatnya rahasia, karena berada di dalam hatinya, terkunci di dalam kamarnya ketika dia berdoa dan membaca firman-Nya.

Dia tidak sedang mencoba mengesankan manusia, dia sedang mencoba mengesankan Tuhan.

Jadi pujian manusia bukanlah motif utama, hanya Tuhan saja motifnya.

Kemudian, kasih kepada Tuhan akan memberi kesadaran sosial, akan tanggung jawab terhadap sesama.

Sebagai kekasih Tuhan, seseorang akan merasa betapa Tuhan juga mengasihi orang-orang lain, terutama mereka yang terhilang dan menderita, kemudian bergerak mengambil tanggung jawab untuk berbuat sesuatu bagi mereka, atas nama kasih kepada Tuhan.

Lahirlah pelayanan.

Jadi pelayanan bukan lahir dari kebutuhan, namun dari kasih atau cinta kepada Tuhan.

Periksalah kehidupan kekristenan kita dengan cermat, selidikilah hati  dengan sungguh-sungguh, jangan biarkan kehampaan menggeser hasrat akan Tuhan, rutinitas menjadi sebuah kenyataan yang dianggap biasa.

Cek, apa motif kita melayani sesama, kasihkah? Atau ada motif lainnya yang bersembunyi di balik jargon-jargon dahsyat, seperti mengikut Yesus berapapun harganya, padahal ujung-ujungnya hanya uang dan ketenaran belaka.

Bertobatlah....

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#TheEncounter

#LeoImannuel

PENGKHOTBAH TERKENAL

IMHO, alias menurut pendapat saya nih.

Pengkhotbah sudah gagal, jika diundang khotbah terutama  karena nama bekennya, bukan karena khotbahnya yang mendalam dan memberkati.

Diundang hanya karena namanya beken dan bisa menarik massa, meski khotbahnya cetek dan ngaco.

Sebenarnya ini penghinaan terhadap si pengkhotbah itu sendiri.

Sama seperti seorang tukang masak, buka restoran, dan orang banyak datang dan mereka berkata:

"Maaf Chef, kami makan di sini karena tempat ini terkenal, kalo masakan sih sebenarnya lebih enak warteg dekat rumah."

Pujian pantas bagi seorang chef adalah rasa masakannya.

Begitu pula, bagi seorang pengkhotbah, pujian yang sepantasnya adalah kepada khotbahnya yang mendalam dan memberkati.

Tapi, zaman sudah berubah kayaknya.

Pengkhotbah punya nama beken, meski khotbah hanya pandai bermain di jargon, namun miskin teologi lebih laku, karena semata dapat menarik massa.

Karena tuntutan pasar, pengkhotbah akhirnya tidak sudi sekolah Alkitab, yang penting hebat di jargon, meski kosong melompong.

Padahal, Alkitab adalah kebenaran, sementara jargon, belum tentu benar. JLI. 

Eh, Minggu ini jadwal khotbah saya berapa kali ya?

#KiraKiraBegitu

Rabu, 07 September 2022

KEINTIMAN Bagian Ke-3B

Matius 22:36-40 
(36) Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?
(37) Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 
(38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
(39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
(40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Bersediakah Anda menikah dengan seseorang yang setia dan melayani Anda sepenuhnya, namun dirinya sama sekali tidak mencintai Anda?

Dia menjadi suami atau istri Anda semata-mata hanya kewajiban, semua pelayanannya sebagai pasangan Anda hanya sebuah kewajiban, semua obrolan maupun kebersamaan hanya bernuansa pertemanan, tidak ada getar-getar perasaan romantis sama sekali.

Tentunya rumah tangga demikian akan sangat menjemukan bukan?

Apalagi jika Anda menemukan kenyataan cinta bertepuk sebelah tangan. 

Hanya Anda yang mencintai, sementara dirinya sama sekali tidak membalas cinta Anda. 

Bahkan ada seseorang lain yang bercokol kuat di hatinya dan jelas itu bukan Anda. 

Sakit? Pasti!

Kecewa? Sangat! 

Marah? Jelas! 

Namun, seringkali orang Kristen berbuat demikian terhadap Tuhan. 

Menjadi Kristen atau pengikut Kristus tanpa perasaan cinta kepada Sang Juru Selamat, semua hanya sebuah status dan rutinitas belaka, bahkan "... semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup..." (1 Yohanes 2:16), perlahan namun pasti telah mengkudeta Tuhan dari takhta-Nya di dalam hati kita. 

Itulah mengapa dimensi perasaan cinta ini begitu penting di dalam Kekristenan. 

Namun, jangan salah cinta bukan hanya perasaan belaka, di dalam cinta terkandung tekad kuat untuk saling membahagiakan, dan itu berarti perbuatan-perbuatan yang menyatakan cinta.

Cinta itu perlu dicari, digali, dijaga, bahkan dipertahankan, 

"Kejarlah kasih itu........" (1 Korintus 14:1a), demikian nasehat Paulus. 

Tuhan tidak menginginkan robot sebagai umat-Nya, Dia menginginkan manusia sebagai makhluk merdeka untuk mengasihi-Nya tanpa paksaan, hanya semata-mata karena mereka memilih untuk mengasihi-Nya. 

Itulah mengapa Tuhan mengaruniakan kehendak bebas kepada manusia. 

Ingatlah bahwa kasih atau cinta itu pertama-tama adalah perasaan di dalam hati yang kemudian dinyatakan dengan perkataan dan perbuatan. JLI

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#TheEncounter

#LeoImannuel

Senin, 05 September 2022

KEINTIMAN Bagian Ke-3A

INTIMACY 3A

By Leo Imannuel 

Matius 22:36-40 (TB)  
(36) Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?
(37) Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 
(38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
(39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
(40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Ketika mendengar kata 'Cinta' apakah yang terbersit di dalam pikiran dan hati Anda?

Segenap peraturan yang tidak bisa tidak harus ditaati, atau seluruh perbuatan baik yang harus dilakukan untuk seseorang?

Atau ketika mendengarnya pertama-tama yang Anda tangkap adalah nuansa perasaan di dalam hati?

Cinta itu selalu berkaitan erat dengan perasaan yang menemukan bentuknya di dalam perkataan dan perbuatan.

Ketika bilang "I Love You" kepada istri, yang saya maksud selalu adalah perasaan saya kepadanya dengan disertai semua perbuatan yang membuktikan kesejatian dari perkataan tersebut.

Istri saya menerima perkataan tersebut dengan hatinya, otomatis ingatannya akan mencari bukti dari cara saya memperlakukannya selama ini, barulah sepersekian detika kemudian perasaan bahagia muncul dan dengan senyum mengembang karena sukacita jantung hati saya membalas "I Love You Too."

Jadi, cinta selalu pertama-tama berkaitan dengan perasaan baru kemudian merujuk kepada perbuatan.

Cinta menemukan ekspresinya di dalam perasaan dan kemudian terungkap melalui perkataan dan kemudian perbuatan.

Ketika Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus sebagaimana tercatat di dalam Injil Yohanes 21:15 "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" 

Yang dimaksud Tuhan Yesus adalah perasaan cinta di dalam hati Petrus, bukan perbuatannya. 

Kemudian setelah Petrus menjawab "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." 

Barulah Tuhan Yesus memberi tugas kepadanya, "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Kesimpulannya adalah semua perbuatan apapun yang kita lakukan baik untuk Tuhan maupun bagi sesama dasarnya harus cinta atau kasih.

Tanpa dasar cinta atau kasih maka segala sesuatu yang kita lakukan akan hambar karena tidak akan menyentuh hati sendiri, ataupun obyek bagi siapa perbuatan baik tersebut dilakukan. JLI

Bersambung

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#TheEncounter

#LeoImannuel

Minggu, 04 September 2022

KEINTIMAN Bagian Ke-2

INTIMACY 2

Kapankah membaca Alkitab menjadi sesuatu yang membosankan?

Bagaimanakah doa menjadi sebuah beban berat yang menjemukan?

Bilakah pujian dan penyembahan dinaikkan dengan perasaan datar?

Apa penyebab pelayanan menjadi sebuah rutinitas belaka, entah sadar atau tidak.

Bilamanakah kekristenan menjadi agama mati yang hanya tinggal berisi berbagai peraturan boleh tidak boleh, dosa tidak dosa, Kudus atau najis, benar atau sesat, yang ujung-ujungnya saling menunjuk dan memaki?

Pertanyaan itu sama dengan kapankah sebuah pernikahan menjadi dingin? Bagaimanakah sebuah hubungan menjadi dingin? Semua aktivitas di dalam pernikahan menjadi rutinitas yang harus dilakukan meski tanpa gairah? 

Jawabnya sederhana saja, semua menjadi rutinitas karena cinta telah meninggalkan sanubari, cinta tidak lagi menjadi motivasi utama. 

Di dalam cinta terdapat trinitas yang saling terikat satu dengan lainnya, yaitu, gairah, keintiman dan komitmen. 

Seseorang bisa kehilangan gairah dan keintiman, dan menyisakan hanya komitmen, namun tanpa kedua lainnya komitmen akan menjadi rutinitas menjemukan. 

Berjalan di dalam religiusitas tanpa gairah dan keintiman di dalam Kekristenan itu berarti berjalan secara agamawi.

Ah sudahlah, saya tutup tulisan ini dengan puisi yang ditulis oleh King Solomon:

Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya? — Di bawah pohon apel kubangunkan engkau, di sanalah ibumu telah mengandung engkau, di sanalah ia mengandung dan melahirkan engkau. 

— Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN! 

Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

#TheEncounter

#LeoImannuel