Jumat, 15 Desember 2023

KALIBRASI

 
(Catatan akhir tahun 2023)

Apa itu kalibrasi? 

Kamus Merriam-Webster memberikan 5 arti dari kata ini yang semuanya bernuansa sebuah standar ukuran. 

Salah satu arti yang diberikan adalah untuk melakukan standarisasi (sesuatu, seperti alat ukur) dengan menentukan deviasi dari suatu standar untuk memastikan faktor-faktor koreksi yang tepat.

Sementara kata deviation diindonesiakan menjadi deviasi kurang lebih berarti penyimpangan dari sebuah standar atau ukuran (yang telah ditetapkan). 

Jadi, kalibrasi adalah sebuah usaha untuk mengembalikan suatu alat (seperti timbangan) kepada ukuran yang tepat.

Dalam kehidupan kekristenan kalibrasi yang dimaksud adalah mengukur ulang alat ukur kita dengan standar ukuran yang tepat yakni firman Tuhan alias Alkitab.

Karena bisa jadi pengalaman hidup telah mengarahkan kita kepada kesimpulan yang kurang tepat sehingga alat ukur idealisme atau standar moral kita terhadap berbagai hal telah bergeser.

Yang dulu dianggap tabu sekarang menjadi bias bahkan dilakukan tanpa perasaan bersalah, seperti sikap kita terhadap uang, ketenaran, jabatan dan kekuasaan yang mengikutinya, kepadatan jadwal khotbah, bahkan terhadap nilai-nilai pernikahan Kristen yang kudus dan monogami, dll.

Menjelang akhir tahun sebelum  memasuki tahun yang baru sangat baik jika kita berkontemplasi, merenung, bersama Roh Kudus dan firman-Nya, kembali mengukur diri dan mengembalikan ukuran hati nurani agar selaras dengan kehendak-Nya.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Minggu, 10 Desember 2023

KURIKULUM SEKOLAH KEHIDUPAN

KURIKULUM SEKOLAH KEHIDUPAN

By Leo Imannuel

Kurikulum sekolah kehidupan hanya satu saja yakni Kerendahan  Hati.

Seumur hidup para siswa sekolah kehidupan hanya belajar itu sampai mampu menerapkannya dalam kehidupan praktis sehari-hari sebagai sebuah kewajaran respon pasti hasil dari perubahan manusia batiniahnya.

Singkatnya, Kerendahan Hati menjadi jati dirinya, dilakukan oleh alam bawah sadarnya.

Pemilik, kepala sekolah serta pengelola sekolah ini adalah Yang Maha Kuasa sendiri, staf pengajarnya BOSS (Barang Orang dan Segala Sesuatu) baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.

Maksudnya, Kepala Sekolah menggerakkan alam semesta membuat BOSS secara langsung bersinggungan dengan diri kita.

Singgungan ini menorehkan rasa di dalam hati, semakin dalam rasa tersebut dirasa semakin kuat pelajaran yang sedang diberi dan akan didapat kelak joka diri ini memberi respon positif.

Secara tidak langsung adalah si BOSS bersinggungan dengan orang lain lalu kita belajar darinya.

Paling bagus belajar dengan cara ini, tidak perlu repot, usah mengalami berbagai perasaan negatif seperti marah, kecewa ataupun sedih, namun beberapa hal tidak bisa dihindari, memang harus dialami dan dirasakan sendiri.

Pembelajaran yang dimaksud akan sampai pada sasaran jika kita memberikan respon positif dan tentunya tindakan positif, misalnya respon mengampuni kala kebencian menjadi pilihan paling depan, tetap kerja keras dan mencoba lagi ketika kegagalan dan keputusasaan menginvasi hati, dan lain sebagainya.

Jangan terburu-buru memberikan tindakan positif tanpa terlebih dahulu berkontemplasi, merenungkan segala hal yang mungkin terkait dari singgungan tersebut.

Karena pelajaran bernilai tinggi akan didapat semasa kontemplasi.

Seseorang tidak akan mampu memberikan respon positif tanpa memiliki kerendahan hati.

Nah, sampai di sini perlu dimengerti kesombongan atau keangkuhan menjadi satu-satunya penghalang keberhasilan pendidikan ini.

Dibalik setiap BOSS ada hikmat kehidupan yang dalam dan luar biasa, setiap singgungan meruntuhkan semua kesombongan.

Perlu juga disadari kesombongan itu bertingkat dan telah merasuki manusia dalam setiap hal dalam hidup ini, dia bagaikan monster yang dapat bangkit setiap saat.

Kerendah hatian hasil dari pembelajaran level ini belum tentu cukup untuk level berikutnya, sehingga pembelajaran ini akan berlangsung terus menerus, namun biasanya seseorang yang tekun dan selalu menang akan memiliki dasar yang cukup untuk mampu memberikan respon positif kapanpun, sesekali bisa gagal namun akan cepat sadar dan bangkit kembali.

Kerendahan hati ini akan membuat seseorang lebih peka akan Tuhan dan kehendak-Nya dalam berbagai situasi, sehingga mampuemberikan respon positif sebagai wujud ketaatannya terhadap Tuhan.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Selasa, 05 Desember 2023

AUTOKRITIK

Apa itu Autokritik?

Menurut KBBI autokritik adalah kritik terhadap diri sendiri (individu, organisasi, dan sebagainya) untuk perbaikan.

Sementara Merriam-Webster Dictionary mendefinisikan autocritism sebagai criticism of oneself : searching self-examination (kritik terhadap diri sendiri : memeriksa diri sendiri).

Jadi autokritik adalah kemampuan diri sendiri (pribadi atau organisasi) untuk memeriksa diri sendiri terhadap kesalahan atau kekeliruan yang mungkin sedang dilakukan sehingga bisa dapat kembali kepada jalan atau jalur yang benar. 

Tentunya untuk melakukan autokritik seorang individu atau organisasi memerlukan sebuah standar acuan yang daripadanya diukurkan sudah sejauh mana melenceng atau tidaknya dia.

Dalam konteks tulisan saya adalah seorang Kristen atau gereja, dalam hal ini standar itu adalah Alkitab sebagai acuan utama moral dan perilaku seseorang dan visi yang diberikan oleh Tuhan Yesus sebagai kepala gereja.

Autokritik adalah alat ukur gerak langkah kita agar dapat membersihkan diri dari semua kemelencengan yang mungkin dilakukan sehingga diri atau gereja dapat terus berjalan sesuai visi-Nya.

Ketika seseorang atau sebuah organisasi gereja kehilangan kemampuan atau kerelaan untuk melakukan autokritik maka dia berpotensi kehilangan jati diri sebenanya di dalam Tuhan atau bahkan melenceng dari maksud keberadaannya sebagaimana cetak birunya Tuhan. 

Sederhananya semakin jauh dia dari visi Tuhan, boro-boro meraihnya, berjalan menuju kesana saja tidak.

Lawan autokritik adalah pembenaran atas penyimpangan yang dilakukan oleh oknum tertentu. 

Penyimpangan atau kejatuhan mesti dibereskan, pelakunya tidak boleh dijauhi apalagi dibuang, harus dikasihi dan dibantu agar pulih, namun tidak boleh tutup mata dan belaga pilon dengan melakukan pembiaran dan pembenaran alias memberikan berbagai alasan sebagai bela diri padahal terang-terangan berbuat salah bahkan pelanggaran terhadap hukum moral Alkitab, seperti selingkuh atau berbuat zinah. Tentu mesti ada konsekuensi yang harus dipikul seperti berdiam diri dahulu sebelum nanti benar-benar dapat tampil kembali. 

Autokritik sangat mumpuni untuk membersihkan gereja dari hedonisme yang merebak di kalangan pendeta-pendeta tertentu terlihat dari gaya hidup mereka, bahkan cara gereja-gereja tertentu mengembangkan organisasi mereka dan pesan-pesan yang tidak seimbang mengenai persembahan yang disertai oleh janji-janji berkat yang bombastis.

Roh Kudus pasti sudah mengingatkan namun diabaikan karena pencapaian lebih penting daripada prosesnya.

Autokritik adalah alat yang Roh Kudus berikan agar kita dapat berkontemplasi dan mengkalibrasi diri sesuai kehendak-Nya. 

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Minggu, 05 November 2023

KEY PERFORMANCE INDICATOR PELAYAN TUHAN

Beberapa waktu lalu saya dan istri ada janji makan malam bersama sahabat kami, suami, istri dan putri mereka di satu restoran di suatu pusat perbelanjaan tertentu.

Melihat saya dan istri berjalan menuju restoran mereka seorang pramusaji langsung menyambut kami dengan sangat ramah, hangat dan bersemangat.

Hati kami senang dengan sambutannya.

Sang pramusaji mengantar saya dan istri ke dalam dan memastikan berjumpa dengan sahabat kami.

Di meja kami dilayani oleh seorang pramusaji perempuan yang lagi-lagi ramah, hangat, antusias dan sigap.

Sebut saja namanya Mala.

Mala tidak pernah membiarkan gelas kami kosong, selalu sigap mengisinya dengan air minum, bahkan menawari kami es batu, mengambilkan side dish, meracik bumbu (sambal), keduanya bukan tugas utamanya, kami para pelanggan biasa melakukannya sendiri alias self service, namun beliau tanpa ragu menawari kami untuk melakukannya dengan senang hati tanpa keluhan apapun tersirat dari nada suaranya yang lagi-lagi ramah.

Beliau melayani kami dengan antusias daaan...ramah.

Manajemen restoran ini saya acungi jempol dalam mengelola tenaga kerja mereka. 

Sambil ngobrol-ngobrol saya bertanya mengapa Mala begitu ramah, antusias dan sigap, beliau menjawab nanti supervisornya bisa marah, pihak restoran menuntut mereka para pramusaji memberikan pelayanan tingkat sultan.

Sambil berseloroh saya berkata bahwa gajinya pasti gaji sultan. Di balik maskernya saya percaya Mala tersenyum kecut walaupun menjawab sambil tertawa kecil yang ramah bahwa gajinya gaji rakyat jelata.

Dengan penghasilan pas-pasan Mala dan kawan-kawannya mampu memberikan pelayanan yang terbaik, saya sama sekali tidak menangkap unsur keterpaksaan dalam ramah dan antusiasme mereka, semuanya mengalir secara alami.

Mereka sudah memberikan jasa pelayanan lebih dari apa yang dibayarkan kepada mereka. Mereka tulus ikhlas dalam melayani kami dan tamu-tamu lainnya. Ketulusan dan keikhlasan ini menjadi semacam bahan bakar pelayanan mereka.

Memang tidak ada motivasi lain yang mampu menandingi ketulusan dan keikhlasan. 

Bukankah seharusnya  demikian pula di dalam dunia pelayanan gereja?

Kita melayani dengan ramah, antusias dan sigap meski pendapatan dari pelayanan tidak sebanding.

Lagipula tujuan pelayanan bukanlah uang melainkan kepuasan Boss kita yaitu Tuhan sendiri dan orang-orang yang kita layani.

Sehingga KPI (Key Performance Indicator) seorang pelayan Tuhan bukanlah kepuasan dan keuntungan diri sendiri melainkan kepuasan dan keuntungan Tuhan dan orang-orang yang kita layani.

Kita melakukan pelayanan lebih dari yang dibayarkan kepada kita. Bahkan di dunia sekulerpun hal ini berlaku.

Ketika tulus dan ikhlas dalam melayani menjadi motivasi diri maka pasti kita akan antusias dan sigap.

Pelayanan atau bahkan profesi akan menjadi sebuah pelayanan sejati dan dedikasi ketika kita mengesampingkan kepentingan dan keuntungan pribadi, demi kemudian mengedepankan sesama. JLI. 

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Kamis, 02 November 2023

BANGUNAN

Goresan Kecil dari Leo Imannuel 

Semua gedung ketika dalam proses pembangunan akan tampak berantakan, kotor, tidak elok dipandang, serta memusingkan kepala.

Dia akan nampak terus demikian jika proses pembangunannya dihentikan atau ditinggalkan.

Demikianlah dengan organisasi, apakah bisnis apalagi pelayanan.

Dalam proses membangun visi yang Tuhan beri mau tidak mau, suka tidak suka kita harus berhadapan dengan segala hal yang berantakan dan perlu dibereskan.

Ini berarti kita harus berhadapan dengan sistem yang masih belum jalan meski orang-orang sudah diberitahu, kemudian juga otomatis kita akan berurusan dengan orang-orang yang belum kapabel, entahkah karena mereka sengaja melakukannya karena memiliki agenda sendiri atau memang benar-benar belum memahaminya.

Belum lagi menghadapi komplain dari orang dan membandingkan pelayanan Anda dengan pelayanan lain yang kelihatannya lebih berhasil, biasanya mereka satu paket dengan orang-orang baik yang mencoba mengajari Anda hal-hal yang sudah dan sedang Anda lakukan, namun secara tendensius, halus atau kasar yang menimbulkan kesan bahwa Anda kurang serius, kurang berusaha, kurang berdoa dan berserah kepada Tuhan. 

Pada saat-saat krusial seperti ini melarikan diri adalah sebuah kesalahan, we have to face our own demons. 

Tahapan demikian memang harus dihadapi dan dilewati, melarikan diri hanya sebuah penundaan, di manapun Anda akan berhadapan dengannya lagi, hanya tempat dan orang-orangnya yang berbeda, namun masalah dan tekanannya sama. Melarikan diri hanya membuat Anda rugi waktu. 

Ini visi yang Tuhan beri, berarti ini hidup Anda, lanjutkan proses pembangunan, bongkar pasang kru itu lumrah, berhadapan dengan orang-orang yang berkhianat itu sesuatu yang alami, terus membangun sampai perlahan bentuk bangunan sesuai cetak birunya Tuhan mulai terlihat, kemudian puja dan puji manusia yang meninabobokan kita ke dalam kesombongan akan mulai berdatangan, termasuk dari orang-orang yang dahulu pernah berseberangan dengan Anda.

Kritikan dan cibiran tidak pernah akan pergi, termasuk orang-orangnya.

Anggap saja mereka alat Tuhan untuk tetap membuat Anda rendah hati.

Di kota-kota ada bangunan tua.

Sebagian bangunan tersebut diratakan dengan tanah untuk kemudian dibangun bangunan baru, kemudian dilupakan keberadaannya.

Bangunan tua lainnya tetap terawat, bahkan dijaga kelestariannya karena memiliki arti sejarah penting bagi kota tersebut.

Biasanya gedung-gedung tersebut memang dibangun untuk orang-orang penting atau untuk berbagai urusan penting dan dibangun dengan material pilihan yang berkualitas bagus.

Dengan apa dan untuk apa kita membangun bangunan kehidupan, organisasi atau pelayanan akan menentukan kelak akan dilupakan orang atau dikenang dengan manis.

Tahukah Anda bahwa bahan bangunan terbaik ada di dalam diri,  karakter Anda.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

APA YANG ANDA BANGUN? Sebuah Prolog

Apa yang Anda bangun?

Diri sendiri?
Citra diri sendiri?
Kepentingan dan (tentunya) keuntungan diri sendiri?

Ataukah pelayanan yang Tuhan bebankan kepada Anda?

Jika membangun diri sendiri maka pelayanan akan menjadi kendaraan, dan tidak ada yang boleh jadi pilot/driver lain selain diri Anda, jika pun ada dia seperti driver yang digaji tanpa kehendak bebas dan sama sekali tidak boleh mengembangkan idealisme sendiri, Anda akan memberi komando dari belakang.

Jika membangun visi Tuhan maka Anda akan menjadikan diri sendiri sebagai kendaraan, siap tidak populer, siap memiliki "saingan," siap rugi, bahkan berani dilupakan kelak .

Anda akan memastikan driver berikutnya akan sama mumpuninya, bahkan mungkin lebih mumpuni daripada Anda.

Goresan awal dari sebuah catatan yang akan sedikit lebih panjang.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Selasa, 10 Oktober 2023

TUHAN, ENGKAU SIAPA SIH?!

Tuhan...
Engkau itu siapa sih?

Banyak orang mengklaim diri paling dekat dengan-Mu, paling mengerti Engkau, paling memahami, sehingga menganggap dogmanya paling sahih, sementara yang lainnya semua salah.

Tuhan....
Siapakah sesungguhnya diri-Mu itu? 

Sehingga banyak orang yang merasa diri sebagai perwakilan-Mu di bumi ini, merasa paling diterima oleh-Mu, pemegang lisensi tunggal surga, sebagian bahkan merasa diri memegang kuasa surga untuk menghukum sesamanya.

Tidakkah Engkau tersinggung ketika sebagian mengangkat diri sebagai pembela-Mu, itu kan berarti menyatakan bahwa Engkau lemah sehingga perlu dibela.

Tuhan...
Siapakah diri-Mu sebenarnya?

Karena banyak orang memakai nama-Mu untuk memanipulasi orang, bahkan mengintimidasi dengan tujuan untuk mendominasi sesamanya.

Tuhan... 
Mau tanya nih, apakah benar gereja itu rumah-Mu? 

Karena katanya Engkau itu Kasih, tapi mengapa di dalam Bait-Mu terjadi kejahatan yang bahkan organisasi dunia saja mengharamkannya. 

Kejahatan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, malah ada pelecehan seksual, ada juga loh untuk meraih posisi tertentu beberapa oknum sikut-sikutan bahkan tebar fitnah segala. 

Tuhan...
Engkau ada di mana sih? 

Masakan tidak tahu ada orang yang  menipu dengan memakai nama-Mu, berjualan nama-Mu, bahkan melakukan aniaya, kekerasan, persekusi atas nama-Mu?

Tuhan...
Katanya diri-Mu itu Maha Pengasih dan Penyayang, tapi koq kelakuan orang-orang yang menjadi pengikut-Mu itu ganas-ganas ya? 

Benarkah Engkau Maha Rahim? Jangan-jangan hoax?!

Tuhan...
Katanya Engkau itu Kebenaran, tapi koq orang-orang memakai agama untuk memperkaya diri? Bahkan ada juga orang yang memakai nama-Mu untuk meminta umat agar membelikannya pesawat jet pribadi.

Tuhan...
Dengar-dengar Engkau Maha Kaya, tapi kenapa ada oknum petugas surga meminta-minta uang kepada umat dengan iming-iming kekayaan berlimpah sebagai gantinya dan  intimidasi malapetaka bagi yang tidak memberi.

Sebegitu butuh uangnyakah diri-Mu, sampai segitunya merayu kami dengan memberi janji balik investasi yang sangat fantastis dan sebegitu putus asanyakah diri-Mu sehingga perlu mengancam agar kami menggelontorkan sejumlah dana untuk-Mu? 

Apakah kabar Engkau Maha Kaya juga hoax?

Tuhan siapakah Engkau sebenarnya?

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Minggu, 20 Agustus 2023

KISAH DUA SAUDARA KEMBAR

KISAH DUA SAUDARA KEMBAR

By Leo Imannuel

Asumsi dan Penghakiman bak dua saudara kembar yang berjalan dengan akurnya.

Mereka berdua memiliki kakak bernama Nalar, yang jika sedang tidak akur tidak diajak bergabung.

Hasil dari kedua saudara kembar ini adalah opini yang dirasa wajib untuk disebarluaskan meski disertai oleh pesan JBSS (Jangan Bilang Siapa-Siapa) dan CBYTTA (Cuma Buat Yang Tau-Tau Aja).

Tanpa sang kakak yang bernama nalar itu opini kedua orang kembar itu menjadi sesuatu yang negatif, menyebar bak virus mematikan karena dapat membunuh karakter atau perusakan reputasi seseorang.

Sebenarnya kelakuan mereka itu jahat bahkan melawan kemanusiaan.

Dalam melakukannya, pertama-tama mereka harus membisukan hati nurani sendiri yang mencoba mengingatkan, kemudian kawan baik si kembar bernama reason (alasan) melakukan tugasnya dengan memberi berbagai alasan mengapa mereka perlu melakukannya dan si korban pantas menerima perlakuan demikian, untuk menggiring asumsi sehingga keduanya sampai kepada opini yang diinginkannya.

Bahkan sampai kepada mengapa mereka harus menyebarluaskan berita penuh bumbu dan hiasan artifisial tersebut bak perang suci yang mesti dilakukan.

Untuk mencapai opini tertentu ada bahannya yang mungkin benar namun karena iri hati dan kebencian, bak seorang chef dengan piawai berita yang sebagian benar itu diolah sedemikian rupa ditambahi beberapa bumbu dan bahan lain, garnis dan topping kemudian  terciptalah sebuah kabar busuk yang kita kenal dengan hoax.

Untuk beberapa oknum, mereka melakukannya hanya untuk uang dan ketenaran diri sendiri atau kelompok yang membayar.

"Makanan jadi" tersebut kemudian disajikan kepada masyarakat banyak atau komunitas tertentu.

Beberapa orang dengan nalar sehat, kaya akan literasi dan bijak dalam menimbang akan segera menafikan makanan penuh racun tersebut.

Sayangnya, sebagian besar lainnya menerima dengan senang karena makanan tersebut tersajikan dengan indahnya.

Mereka adalah orang-orang yang miskin literasi dengan nalar pendek namun biasanya berlidah sangat lentur yang dengan senang hati membagi makanan tersebut kepada circle-nya bahkan ditambahi dengan ingredients lainnya, atau zaman now ibu jari yang lincah untuk segera share berita-berita tersebut.

Bagaimana dengan korban?

Perduli setan jika mereka menderita, susah, kecewa, marah, terhukum oleh komunitas yang juga miskin literasi dan cetek dalam penalaran, sebagian sih hanya cari aman dan ikut kelompok yang sepertinya mayoritas.

Yang penting diri ini puas dan diuntungkan.

Kebencian dan keserakahan telah membunuh hati nurani, meniadakan adab, mengingkari belas kasihan dan menolak rasa kemanusiaan.

#KiraKiraBegitu

Kamis, 17 Agustus 2023

JANGAN-JANGAN

Jangan-jangan aku hanya berkunjung ke gereja namun tidak berjumpa dengan Tuhan.

Jangan-jangan aku hanya sekedar menyanyikan lagu pujian namun tidak menyembah-Nya, sehingga hanya beribadah namun tidak mengalami perjumpaan ilahi dengan-Nya.

Jangan-jangan aku hanya sekedar membaca Alkitab untuk sekedar memenuhi kuota pembacaan kitab suci harian namun tidak terjamah oleh Sang Firman.

Jangan-jangan aku hanya sekedar belajar teologi namun gagal berjumpa dengan Tuhan, salah paham dengan menganggap belajar teologi sama dengan membaca Alkitab, tertipu karena membaca Alkitab hanya untuk mengisi otak namun bukan hati. 

Jangan-jangan selama ini aku belajar Alkitab menurut pendapat orang lain dari berbagai buku tafsir dan referensi dan bukan dari Roh Kudus, sering membaca buku-buku teologi namun lupa merenungkan firman-Nya dan membiarkan-Nya mengisi hatiku dengan pengertian-Nya. 

Jangan-jangan dalam melayani aku hanya sekedar berkegiatan rohani namun tanpa belas kasihan.

Jangan-jangan aku hanya sekedar mengidentifikasi diri sebagai Kristen namun tidak pernah benar-benar mengalami Tuhan apalagi mengenal-Nya.

Jangan-jangan aku gagal melihat-Nya di dalam orang-orang yang tertindas atau dalam situasi dan kondisi yang mungkin menekan.

Jangan-jangan selama ini aku, kamu dan kita telah salah melangkah.

Jangan-jangan....

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 03 Agustus 2023

THE PHASES of LIFE

Setiap orang semestinya melewati 4 fase pertumbuhan, yaitu,
1. Unconscious Incompetence
2. Conscious Incompetence
3. Conscious Competence
4. Unconscious Competence

Kita akan pelajari satu persatu, dengan Yesaya pasal 6 sebagai contohnya.

Yesaya adalah seorang imam dan juga nabi, artinya beliau menjalankan aturan agama secara ketat.

Bicara kekudusan, Yesayalah orangnya.

Yesaya sudah bernubuat sejak pasal pertama, namun baru pada pasal keenamlah kita disuguhi oleh semacam pelantikan resmi dari surga mengenai kenabiannya.

Yesaya mengalami ke-4 fase pertumbuhan di atas.

Dari pasal 1-5 Yesaya berada di fase unconscious incompetence, yaitu ketidaksadaran akan kemampuan diri, singkatnya dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Dia tidak sadar bahwa dirinya orang berdosa, seluruh korban yang dia persembahan, semua ibadah yang dilakukannya, serta doa-doa yang dipanjatkannya selama ini ternyata tidak membuatnya menjadi kudus.

Dia melayani sebagai imam dan nabi, keluar masuk Bait Allah, hati nuraninya tidak pernah mengganggunya.

Sampai akhirnya pada pasal 6 hadirat Tuhan menyadarkannya.
Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." Yesaya 6:5.

Pada poin ini Yesaya disadarkan dari fase unconscious incompetence, kemudian secara simultan dia masuk kepada fase conscious Incompetence, atau kesadaran akan ketidakmampuan diri, alias dia tahu bahwa dia tidak tahu.

Hadirat kekudusan Tuhan menyadarkannya, tidak heran kemudian jika Yesaya memberi respon berupa ratapannya akan keberdosaan dirinya, "celakalah aku..."

Sampai kemudian Tuhan menguduskannya,

Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni."
Yesaya 6:6-7.

Setelah dikuduskan barulah Yesaya berani menanggapi panggilan Tuhan,

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"Yesaya 6:8.

Yesaya sudah masuk kepada fase conscious competence, atau kesadaran akan kemampuan dirinya, atau dia tahu bahwa dia tahu.

Dengan hati dan hidup yang baru, Yesaya semakin mantap di dalam melayani panggilan Tuhan.

Bukan hanya sekedar rutinitas yang menjadi kebiasaan, melainkan memainkan peranan khusus sesuai panggilan-Nya.

Dengan berani dan setia Yesaya menyampaikan apa yang Tuhan minta untuk dia sampaikan.

Sampai akhirnya menurut tradisi Yahudi, Yesaya wafat karena digergaji menjadi dua (bandingkan Ibrani 11:37) oleh Raja Manasye yang jahat yang telah menggantikan ayahnya, raja Hizkia.

Disinilah Yesaya masuk kepada fase final yaitu, unconscious competence yaitu ketidaksadaran akan kemampuan diri.

Maksudnya bukanlah dia tidak tahu, melainkan kemampuan diri itu sudah berada di alam bawah sadarnya.

Seperti seseorang yang sudah mahir mengemudikan mobil, tentunya dia tidak perlu berpikir lama untuk kapan harus mengganti persneling, bagaimana bermanuver, kecepatan seberapa yang dibutuhkan, semua itu secara otomatis akan bekerja di dalam dirinya, sebagai kemampuan yang sudah mendarah daging.

Setelah peristiwa pengudusan dan pemanggilannya, Yesaya melayani dan pelayanannya menjadi jati dirinya.

Dia menyesuaikan hidupnya dengan panggilannya, bukan panggilan yang disesuaikan dengan hidupnya.
Dia membangun hidupnya di atas panggilannya.

Yesaya bukanlah Yesaya tanpa pelayanannya.

Tidak bisa tidak Yesaya mesti melayani sesuai panggilannya, sekalipun itu berarti hilang nyawa.

Secara singkat, kira-kira kita berada pada fase yang mana?

Pelayanan masih cari untung?

Hitungan untung ruginya kuat?

Pelayanan masih menjatuhkan orang?

Atau berani menaruh kepala untuk membela panggilan Tuhan?

Silahkan gumuli dengan Tuhan.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)

Selasa, 01 Agustus 2023

BERPIKIR PANJANG

Sebelum berbuat sesuatu coba pikirkan konsekuensinya terlebih dahulu secara mendalam.

Karena konsekuensi biasanya lebih berat daripada perbuatannya.

Biasanya keberanian melakukan sesuatu tidak berbanding lurus dengan kesiapan mental untuk menanggung konsekuensi.

Kata 'khilaf' yang biasa menjadi alasan ketika ditanya 'mengapa' melakukannya diucapkan karena ketidaksiapan menerima dan memahami konsekuensi yang harus di tanggung.

Definisi 'Pikiran Pendek' yang menjadi terminologi buat seseorang yang berbuat ceroboh sebenarnya adalah seseorang yang tidak berpikir lebih panjang sampai menjangkau kepada konsekuensi, sehingga tidak menimbang semua beban yang akan ditanggung oleh baik dirinya sendiri serta orang lain yang akan kena efek dari perbuatannya.

Jadi, budayakan berpikir panjang.

"Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar."
Raja Sulaiman.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Sabtu, 22 Juli 2023

TRAGEDI KEHIDUPAN

Tragedi kehidupan bukanlah kematian melainkan mati selagi hidup. 

Hidup namun tak bergairah, hidup namun tak berkarya, hidup tapi tak ada penghayatan, hidup namun tak bermakna, hidup namun tak berguna bagi sesama, hidup hanya bagi diri sendiri. 

Nikmat kehidupan bukanlah umur panjang namun menemukan dan memenuhi semua destiny. 

Bukan seberapa lama kita hidup, namun Seberapa penuhnya kita menghidupi kehidupan ini. 

Hidup dengan segala kebaikan di dalamnya bukan untuk disia-siakan atau di sesali namun untuk dinikmati, tentunya di dalam koridor yang patut dan benar. 

Terlalu memandang dunia dan melupakan kehidupan kekal kelak juga salah, namun terlalu memikirkan kekekalan dengan melupakan dunia juga tidak tepat. 

Hanya karena Alkitab menempatkan istilah “dunia” pada segala sesuatu yang buruk banyak kita “memusuhi” dan agak “anti” dengan dunia namun tanpa sadar kita masih tinggal di dalam dunia. 

Dunia adalah tempat di mana kita bisa menemukan destiny, berkarya, melayani Dia dan tentunya having fun 😃

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Kamis, 20 Juli 2023

DEDIKASI

Semua pekerjaan yang diembankan oleh sebuah institusi kepada seseorang memang sewajarnya diganjar oleh penghasilan atau uang. 

Namun, ada jenis-jenis pekerjaan tertentu yang tidak bisa dinilai oleh uang, profesi seperti tentara, polisi, guru, rohaniawan, dll. 

Karena acapkali pengorbanan yang mereka lakukan melebihi penghasilan yang diterima. 

Contohnya tentara yang membela negara, polisi yang berjibaku dengan pelaku kejahatan, guru-guru di pedalaman, para rohaniawan yang terus menerus berjuang menjaga kerohanian umat agar terus berperilaku benar, para tenaga medis sewaktu pandemi Covid-19, coba bayangkan jika mereka itu seseorang yang Anda kasihi entahkah suami, istri atau anak, kira-kira berapa gaji yang pantas untuk mereka? 

Jika uang yang menjadi tujuan utama mungkin mereka akan memilih profesi lain. 

Namun, apa yang membedakan motivasi seseorang terhadap sebuah pekerjaan?

Menurut hemat saya dedikasi adalah jawabannya.

Menurut KBBI dedikasi adalah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia; pengabdian.

Jadi, uang bukanlah tujuan, namun tercapainya sebuah tujuan mulia, sehingga waktu, tenaga dan pikiran akan dikorbankan, bahkan lebih dari yang dituntut, lembur dilakoni, bahkan korban nyawa siap dan rela dijalankan.

Profesi, sebaik apapun itu akan menjadi rusak karena para oknumnya tidak memiliki dedikasi sama sekali, bukan semangat pengabdian yang dikedepankan melainkan keuntungan diri sendiri.

Segalanya dinilai berdasarkan hitungan untung rugi.

Semangat dedikasi ini mesti terus terpelihara di dalam sanubari.

Jadilah orang mulia dengan memuliakan profesi kita melalui dedikasi alias pengabdian.

Kata pengabdian berasal dari pada dasar abdi yang berarti pelayan atau hamba.

Semangag kehambaan ini mesti terus menerus dipertahankan, tidak boleh tergerus oleh kebutuhan hidup atau keinginan mata dan keangkuhan hidup gara-gara melihat kolega sudah punya ini itu.

Tetap Semangat.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Rabu, 05 Juli 2023

BERAGAMA, BELAJAR MENJADI TUHAN ATAU MANUSIA?

Mengapa orang jadi beringas ketika beragama?

Semakin fanatik seseorang terhadap agamanya semakin beringas dia.

Seolah mendapatkan cap resmi waralaba surga seseorang bisa memberi label sesat dan mengkafirkan sesamanya yang beda aliran padahal satu agama, apalagi mereka yang berbeda kitab suci, nabi dan ritualnya, terima nasib.

Semakin beragama seseorang merasa layak menggantikan Tuhan atau mewakili-Nya menegakkan hukum-hukum-Nya termasuk memberi hukuman langsung kepada barangsiapa yanv dianggap melanggar atau menentangnya.

Padahal seharusnya beragama itu bukan belajar menjadi Tuhan namun belajar untuk menjadi manusia seutuhnya sebagaimana maksud penciptaannya.

Orang Kristen percaya bahwa manusia diciptakan segambar dan secitra dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta (created in God's image).

Gambaran tersebut rusak karena dosa, sehingga penebusan Kristus membuka pintu agar manusia bisa kembali menemukan citranya di dalam Tuhan.

Itulah proses pertobatan. Sebuah perjalanan until menjadi serupa dengan Tuhan, tentunya dalam hal karakter.

Menurut hemat saya perjalanan beragama adalah perjalanan belajar menjadi manusia sebagaimana Tuhan menciptakan kita pada awalnya.

Apakah mungkin Allah yang Maha Pengasih itu menciptakan manusia yang garang, anti perbedaan, dan suka menindas sesamanya?

Apakah mungkin Tuhan yang Maha Kuasa itu membutuhkan manusia untuk menghukum sesamanya yang belum tentu dia lebih putih, bisa-bisa lebih hitam dari gua terdalam.

Maka, beragama seharusnya membuat kita belajar bagaimana menjadi manusia berbudi pekerti luhur dan mulia.

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Jumat, 16 Juni 2023

NILAI SEBUAH LUKA

Bisakah seseorang bertumbuh tanpa luka? 

Nihil kecewa? 

Mulus bebas amarah dan benci?

Tampaknya seperti si punguk merindukan bulan bukan?

At some point dalam hidup seseorang akan mengalami kekecewaan, marah bahkan benci.

Karena segala hal yang menimbulkan perasaan negatif itu merupakan sebuah keniscayaan maka bagaimana kita meresponinya menjadi sangat penting.

At some point seseorang harus mengampuni, berdamai dengan dirinya, orang lain dan Tuhan.

Apakah luka-luka masa lalu hanya akan menjadi penyesalan seumur hidup atau pembelajaran berharga yang dapat diajarkan kepada orang lain?

Apakah kekecewaan itu menjadi aib memalukan yang akan menghalangi hidup dari segala kebaikan atau menjadi batu pijakan untuk kita menjadi lebih dewasa dan bijaksana.

Tuhan memberikan kemampuan kepada setiap orang untuk mempositifkan segala hal negatif yang terjadi.

Memberikan makna positif bahkan untuk kejadian terburuk sekalipun.

"Untung" demikian nenek moyang kita mengajarkan sebuah filosofi bersyukur.

Dalam setiap kejadian buruk yang menimpa, selalu diucapkan: "untung cuma...."

Melaluinya mereka mengajarkan kita untuk merelakan yang hilang dan mulai mensyukuri apa yang masih sisa.

Sesungguhnya luka, kecewa bahkan amarah selain membawa perasaan negatif juga membawa "blessing in disguise" paling tidak berupa pelajaran kehidupan supaya kita bisa menghargai banyak hal, dan merayakan bahkan hal-hal kecil sekalipun.

Dari luka, kecewa dan amarah saya belajar mengampuni dan betapa sulitnya pengampunan itu, melaluinya saya sangat menghargai pengampunan yang Tuhan anugerahkan kepada diri ini.

Ketika merasakan sulitnya mengampuni saya memandang kepada Tuhan dan berkata: "Sesulit ini sebuah pengampunan?" Bersyukur sangat bersyukur.

Bapa merelakan Putra Tunggal-Nya demi sebuah pengampunan.

Melalui luka, kecewa dan amarah akibat pengkhiatanan saya belajar arti penting sebuah kesetiaan, berharganya sebuah hubungan, sangat penting memiliki sahabat sejati.

Luka, kecewa dan amarah telah mengajari saya mengenai hidup dan betapa berharganya sebuah kehidupan itu, sehingga tidak ingin merusaknya.

Ketika luka, kecewa dan amarah datang jangan sia-siakan dengan tangisan penyesalan seumur hidup, belajar darinya dan jadilah kebih bijak. 

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Rabu, 31 Mei 2023

HATI-HATI DENGAN KATA-KATA

Matius 12:34b-35
(34) “........... Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati.
(35) Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.

Sebelum sesuatu menjadi sebuah tindakan dia selalu diawali oleh  perkataan, sebelum sebuah perkataan terucap dia dikandung di dalam rahim bernama hati.

Tahukah Anda sebelum sebuah perkataan digetarkan oleh pita suara, dibunyikan oleh lidah untuk kemudian disuarakan oleh mulut, dia digumamkan di dalam relung jiwa, sebagian kita menyebutnya sebagai "suara hati," "berbicara dengan diri sendiri," dlsb.

Perkataan di dalam hati (jiwa) ini sebenarnya adalah cerminan dari apa yang dipercayai.

Meski tidak berbunyi namun suara ini lebih nyaring dari semua suara lain.

Jika suara itu negatif maka dia akan menenggelamkan suara-suara positif, pun sebaliknya suara jiwa yang positif akan membungkam suara-suara negatif. 

Sehingga bisa dikatakan seribu haters boleh mencerca ataupun seribu motivator dapat memotivasi namun yang paling menentukan adalah apa yang kita katakan kepada diri sendiri, karena itu yang sebenarnya kita percayai.

Kelakuan atau perbuatan adalah sebuah bentuk jadi dari apa yang dipercayai. 

Sehingga setiap perbuatan dapat dievaluasi mundur dengan memeriksa ucapan mulut yang paling sering terucap, kemudian mundur sedikit lagi dengan mengecek apa yang diucapkan di dalam hening kepada diri sendiri. 

Berhati-hati dan perhatikanlah dengan saksama apa yang kita katakan.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Sabtu, 20 Mei 2023

DENIAL (PENYANGKALAN)

Salah satu penyebab utama seseorang sulit dipulihkan adalah denial atau penyangkalan.

Orang yang hidup di dalam penyangkalan seperti hidup di dalam kepura-puraan.

Pura-pura kuat padahal lemah.
Pura-pura berani padahal takut.
Pura-pura tenang padahal gelisah.
Pura-pura sehat padahal sakit.

Dan masih banyak contoh lainnya.

Bagaimana bisa ditolong, dihibur bahkan disembuhkan jika masalahnya diakui saja tidak?

Mengapa orang melakukan penyangkalan?

Bisa karena malu, gengsi.
Apa kata orang, jika mereka tahu diri ini ternyata rapuh.

Gengsi atau keangkuhan adalah sebuah bentuk kesombongan rohani. 

Hal lain bisa jadi karena memiliki pandangan iman yang agak kurang tepat.

Seolah mengakui kelemahan  adalah sama seperti menganulir iman, bertentangan dengan perkataan iman yang harus selalu positif.

Perkataan negatif akan membuat mukjizat tidak akan terjadi, karena diri ini tidak percaya bahwa itu akan terjadi.

Padahal iman tidla berarti secara sembrono menyangkali situasi, kondisi dan kenyataan yang ada.

Itu bukan iman, itu takhayul.

Dalam Mazmur 22:7-8, Daud mengakui kelemahan dirin, ketakutan dan kecemasannya. 

Dengan jujur Daud bergumul dengan Tuhan. 

(8) Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. 
(9) Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya

Saya percaya Tuhan suka dengan keterbukaan dan kejujuran.

Tuhan jengkel dengan kepura-puraan.

Jangan berlagak kuat, tidak ada seorangpun yang secara konstan tetap kuat, pasti ada lemahnya, ada takutnya, cemasnya. 

Yuk, jujur terhadap Tuhan, pendetamu, atau seseorang yang memiliki otoritas rohani atas dirimu, seorang konselor, sahabat yang dapat dipercaya, bahkan terhadap seorang psikiater.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

RASA

2 Samuel 6:14, 16, 20
(14) Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan. 
(16) Ketika tabut TUHAN itu masuk ke kota Daud, maka Mikhal, anak perempuan Saul, menjenguk dari jendela, lalu melihat raja Daud meloncat-loncat serta menari-nari di hadapan TUHAN. Sebab itu ia memandang rendah Daud dalam hatinya. 
(20) Ketika Daud pulang untuk memberi salam kepada seisi rumahnya, maka keluarlah Mikhal binti Saul mendapatkan Daud, katanya: "Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!"

Bagaimanakah memaknai seseorang yang hatinya dibanjiri sukacita secara berlimpah? 

Suatu kelimpahan sukacita yang bahkan hati tidak dapat menampung, air bah sukacita yang akhirnya termanifestasi melalui tawa dan tarian. 

Bagaimanakah memaknainya? 

Bagaimanakah dapat memahami seseorang yang sedang jatuh cinta?

Dengan logikakah?

Sukacita berlimpah dan jatuh cinta mendalam, serta berbagai tindakan yang menyertainya tidak dapat dipahami secara logis.

Mikhal binti Saul mencoba melakukannya.

Dia menilai "kegilaan" Daud dengan kepatutan tindakan seorang berdarah biru.

Kalimat sindirannya: "Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!" merupakan bentuk protesnya atas kelakuan Daud yang telah bertindak di luar batas kesopanan seorang raja.

Apakah Daud perduli dengan sindiran tersebut?

Apakah seseorang yang sedang jatuh cinta perduli dengan nasihat orang lain?

Tentu tidak!

Masa remaja saya kenyang dengan omelan ayah, 

"Ngapain sih ke gereja melulu!"

“Memangnya gereja kasih kamu makan!"

Akhirnya papa mengeluarkan juga kecurigaan pamungkasnya kepada saya: "Kamu punya pacar di gereja ya?!“

Bagaimana cara menjelaskan kepada ayah saya bahwa di hati ini ada gairah yang membara untuk melayani Tuhan, ada kerinduan untuk senantiasa berada di rumah-Nya?

Kekuatan cinta bisa membuat seseorang melakukan hal-hal bodoh bahkan spektakuler, Kaisar Mughal Shāh Jahān, membangun Taj Mahal sebagai sebuah musoleum untuk istrinya, Arjumand Banu Begum. 

Pada tahun 1975, PK Mahanandia nekat bersepeda ke Eropa dari India untuk menemui tambatan hatinya, Charlotte Von Schedvin. 

Liu Guojiang jejaka 19 tahun menikahi Xu Chaoqin, seorang janda yang berusia 10 tahun lebih tua dari dirinya. Untuk menghindari pergunjingan orang mereka melarikan diri ke atas gunung Tan, Jiajing, China. 

Selama 50 tahun Liu mengukir 6000 anak tangga untuk memudahkan istrinya turun naik. 

Daud menari-nari penuh semangat di hadapan Tabut Perjanjian yang adalah lambang kehadiran Tuhan. 

Bagaimana menilai itu semua? 

Cinta tidak bisa dinilai dengan apapun kecuali melalui 'rasa' 

Salah satu definisi rasa menurut KBBI adalah
"tanggapan hati terhadap sesuatu (indra)"

Jangan nilai orang yang sedang jatuh cinta dengan logika, tidak akan bisa, nilailah dengan rasa di hati, pahami dengan hati.

Mengapa memilih mengikuti jalan Tuhan yang seolah membatasi gerak langkah kita sementara banyak kawan sedang asyik dengan dunia?

Mengapa berani rugi demi Tuhan? 
Menolak banyak kesempatan emas demi menaati Dia? 

Cinta kepada Sang Juru Selamat adalah jawabannya.

Secara logika dunia kita aneh dan agak bodoh.

Namun, rasa di dalam hati membenarkan semua pilihan tidak populer yang kita ambil.

Kembali kepada Daud, tindakannya tidak bisa hanya dinilai secara logis, karena dia lahir dari rasa di dalam hati bukan dari pikiran.

Mengingat usahanya pertama kali untuk mengangkut Tabut Perjanjian gagal (2 Sam 6:1-10).

Usaha pemindahan Tabut Perjanjian dilanjutkan kembali di ayat 12, atau kira-kira 3 bulan setelah kegagalan, kali ini dengan cara yang benar.

Usaha ini berhasil.

Dapat dibayangkan kegirangan Daud akan keberhasilan ini, mengingat juga kegagalan pertama yang menelan korban nyawa Uza (ayat 6-7).

Dalam kehidupan spiritualitas keagamaan peranan rasa ini sangat penting. 

Pendekatan akan ketuhanan, atau penghayatan akan ketuhanan tidak bisa hanya dinalar secara logis belaka, melainkan wajib disertai oleh rasa. 

Kehidupan beragama tidak bisa dijalani atau diperdalam hanya melalui perpustakaan atau ruang kuliah saja. 

Mesti ada praktikum di laboratorium kehidupan, di mana iman bukan hanya didefinisikan secara cerdas atau diceramahkan di ruang kuliah, melainkan juga dialami, dan itu sangat perlu rasa. 

Bahkan doa sebagai aktivitas normal orang beragama juga sangat memerlukan rasa. 

Hambar rasanya berdoa tanpa rasa. 

Berteologi tanpa rasa hanya akan mengawang semakin jauh dari realita kehidupan praktis sehari-hari. 

Berteologi namun fakir pengalaman bersama Tuhan sehari-hari, akhirnya menjadi seperti zombie, hidup namun tanpa rasa. 

Pertahankan cinta tersebut, biarkan dia menuntun langkah kita ke depan.

Saya tutup tulisan ini dengan Kidung Agung 8:6-7
(6) Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!
(7) Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words) 

Senin, 02 Januari 2023

STANDAR

Menurut aplikasi KBBI standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.

Aplikasi Merriam-Webster medefinisikannya sebagai sesuatu yang ditetapkan oleh otoritas, kebiasaan, atau persetujuan umum sebagai model atau contoh.

Aplikasi yang sama juga memberikan persamaan kata yakni criterion yang diartikan sebagai sebuah standar yang menjadi dasar penilaian atau keputusan berdasarkan kriteria.

Jadi standar adalah sebuah rujukan untuk menilai segala sesuatu, termasuk bagaimana memerlakukan atau diperlakukan orang lain, sebagaimana maksud dari tulisan saya ini.

Kita semua memiliki sebuah standar diri yang darinya akan memengaruhi bagaimana  memerlakukan orang lain atau sebagai sebuah tuntutan bagaimana seharusnya seseorang memerlakukan diri ini.

Jika dirasa seseorang memerlakukan diri ini kurang dari standar maka kita akan kecewa, bahkan marah, sebagian diam dan hanya menyimpan di dalam hati, sebagian lain langsung menumpahkannya dengan bentuk protes, komplain bahkan memaki.

Buat orang-orang tertentu standar diri ini sangat penting, sehingga mereka sangat memerhatikan status dan kedudukan baik diri maupun orang lain.

Hormat tinggi (sebagian bahkan agak berlebihan) akan diberikan kepada seseorang yang dianggap berada di atas standarnya, dan sebaliknya agak mengabaikan mereka yang dianggap berada di bawah standarnya.

Sayangnya praktik demikian ada juga di dalam gereja. Mohandas Gandhi tertolak di sebuah gereja yang berisi orang-orang Eropa hanya karena beliau seorang India dan berkulit gelap.

Yakobus sudah jauh-jauh hari menasihatkan kita sebagaimana yang tertulis di dalam 2:1-6
(1) Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
(2) Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk,
(3) dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", 
(4) bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?
(5) Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia? 
(6) Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan?

Dari apa yang Yakobus tulis saya menyimpulkan standar penghormatan diberikan berdasarkan iman seseorang yang termanifestasi dari perjuangannya dalam mengiring Tuhan Yesus.

Ketika kesetiaannya terhadap panggilan Tuhan atas hidupnya dan kasihnya kepada Tuhan tetap terjaga meski tantangannya banyak, apakah itu kemiskinan bahkan nyawa, termasuk godaan kenikmatan untuk melarikan diri merayu.

Seharusnya inilah yang menjadi standar penilaian kita, bukan berbagai hal artifisial seperti kekayaan, naik mobil apa, memakai arloji merek apa, berapa sumbangan ke gereja, jabatan ataupun tinggi gelar namun fakir dalam karakter, nihil dalam mempraktikkan nilai-nilai keluhuran buah Roh, karena memang jauh dari pertobatan, Kristen hanya karena faktor hereditas belaka.

Tengoklah narasi Tuhan Yesus mencuci kaki murid-murid-Nya.

Kegiatan ini sebetulnya tanda keramahtamahan seorang tuan rumah Timur pada umumnya mungkin akan membungkuk, menyapa, dan mencium tamunya, kemudian menawarkan air agar sang tamu dapat membasuh kakinya sendiri atau meminta pelayan untuk melakukannya.

Jadi, saya melihat ada dua dimensi dari peristiwa pencurian kaki yang Tuhan Yesus lakukan.

Yang pertama adalah, Beliau ingin menunjukkan kepada murid-murid-Nya bahwa meski mereka berasal dari kalangan bawah, namun sangat berharga. 

Sebagai Guru, Tuhan bahkan Juru Selamat Beliau sangat menghargai mereka. Jadi, jangan minder, rendah diri atau takut, Tuhan Semesta Alam menghormati dan mengasihi mereka.

Kedua, Beliau sendiri yang melakukan pencurian kaki, yang mana seharusnya menjadi tugas  seorang pelayan. Kita belajar nilai-nilai pelayanan di dalam gereja Tuhan, menjadi besar dan terkemuka bukan dengan kekayaan ataupun gelar yang berjejer lebih panjang daripada nama pribadi melainkan karena berani merendahkan diri untuk melayani. 

"Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu" Matius 20:26.

Standar kita seharusnya demikian juga.

Satu hal terakhir, bagaimana jika seseorang memperlakukan kita tidak sesuai dengan standar diri bahkan standar normal pada umumnya?

Saya sih hanya senyum saja, karena keberhargaan diri saya tidak ditentukan oleh orang-orang demikian yang memang belum bertobat dan masih tergila-gila dengan berbagai atribut yang hanya ada dipermukaan saja.

Saya menjadikan caranya memperlakukan diri ini sebagai sebuah ukuran apakah saya masih tersinggung bahkan marah? Uring-uringan? Kehilangan damai sejahtera? Apakah masih ada kesombongan dalam diri? 

Ataukah saya sudah sedemikian remuk, kembali menjadi tanah liat yang lembek sehingga Tuhan bisa membentuk saya sesuai dengan cetak birunya?

#KiraKiraBegitu

#LIFEWords (Leo Imannuel Faith Enlightening Words)